Kamis, 29 Oktober 2009

Metodologi PAKEM

Oleh : Drs T. Taslimuharom, MP
PAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan
“Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif .

Minggu, 25 Oktober 2009

Problematika Pengajaran Sastra di Sekolah

Oleh: Mahmud Jauhari Ali

Di tengah ramainya tuntutan guru untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak bagi mereka, sudahkah mereka itu berkontemplasi.

Maksudnya adalah merenungi atas hal yang telah mereka perbuat dalam dunia pendidikan, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Sastra merupakan bagian intergral dalam dunia pendidikan tersebut yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan di Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan.

Pengajaran sastra mencakup ketiga genre sastra, yakni prosa fiksi, puisi, dan drama. Dalam

Jumat, 02 Oktober 2009

ASPEK PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

oleh : www.mbahbrata-edu.blogspot.com

A. MENDENGARKAN
Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja kepada suatu suara, atau menangkap pikiran orang berbicara dengan alat pendengaran kita, dengan tepat dan teratur. Mendengar dan mendengarkan itu berbeda. Mendengar dapat dilakukan setiap orang yang alat pendengarannya normal; dengan kata lain jika orang itu tidak tuli. Sedangkan mendengarkan membutuhkan kecakapan yang harus dipelajari dengan latihan-latihan yang benilang-ulang, kecakapan yang tidak dikuasai dengan cukup oleh setiap orang. Untuk mendengarkan dengan baik kita harus:
a. mengerti akan kata-kata yang dipakai,
b. memahami dan mengenal bentuk kalimatnya, jadi
c. menangkap isi dan maksud percakapan itu dengan teratur.

1. Latihan-latihan Mendengarkan

Latihan-latihan mendengarkan itu perlu sekali diberikan pada anak-anak sejak anak-anak itu mula-mula duduk di bangku sekolah dasar. Kecuali mempunyai nilai formal (melatih fungsi pendengaran dan pemusatan perhatian) latihan-latihan mendengarkan itu besar sekali artinya untuk menambah perbendaharaan bahasa.
Latihan-latihan mendengarkan itu dapat kita namakan sendi atau dasar bagi pengajaran bahasa. Oleh karena itu, latihan-latihan fnendengarkan harus diberikan di tiap-tiap kelas, terutama di kelas-kelas rendah. Latihan mendengarkan itu bukan saja semata-mata dilakukan untuk meneliti kepandaian siswa, tetapi juga selalu untuk membentuk pengertian. lidak semua kata-kata sama artinya, walaupun bunyinya sama.

d. METODE PEMBELAJARAN MEMBACA PRMULAAN
1. Metode Eja (Spell Method)

Metode ejaan adalah metode yang paling terdahulu, yang sekarang sudah jarang/tidak terpakai lagi. Metode ini mengajarkan kepada anak-anak huruf-huruf dalam abjad, dengan naman-ya, bukan dengan bunyinya. Huruf-huruf ini dirangkaikan menjadi suku kata, dan dari suku kata menjadi kata. Contoh:
de - a = da; el - i- el = lil; jadi: dalil,
be - o = bo; te - o- el = tol; jadi: botol, dan sebagainya.
(Cara mengajar menurut metode ini, ingatlah pada cara mengajar huruf Arab yang masih berlaku di surau-surau).

2. Metode Bunyi (Klank Method)

Dalam mengajar menurut metode bunyi, bukannya nama huruf yang diajarkan, melainkan bunyinya. Jalannya sama dengan metode eja. Contoh:
d (ed) - a = da, w (ew) - a-1 (et) = dawat
s (es) - a = sa, b (eb) - i -1 (et) = sabit
Seperti halnya metode eja, metode bunyi pun sekarang sudah jarang/tidak dipergunakan lagi. Yang sering dipakai adalah gabungan dari metode bunyi dan suku kata. Contoh:

3. Metode Lembaga Kata
Metode lembaga kata dapat dikatakan sebagai peralihan antara metode bunyi dengan metode yang terbaru, yakni: metode global. Proses pelaksanaannya adalah kira-kira sebagai berikut:
a. Menyajikan kepada para siswa sebuah kata yang tidak asing lagi bagi mereka. (Biasanya kata-kata itu dituliskan di bawah sebuah gambar).
b. Menganalisis atau menguraikan kata menjadi suku kata. Suku kata langsung ke bunyi huruf.
c. Mengajarkan huruf dari tiap-tiap bunyi yang telah dipisahkan dari lembaga katanya.
d. Hunif-huruf itu disintesis atau dirangkaikan menjadi suku dan kata.
e. Kata-kata itu dirangkaikan menjadi pola kalimat sederhana.
Jadi siswa mahir benar memainkan kartu huruf a, i, n menjadi beberapa kata seperti:
i ni i in
i ni a an
i ni i ni
i ni i na

baru dikenalkan kartu lain seperti:
Metode lembaga kata mendekati metodeanalitis - sintetis, karena setelah menguraikan (lihat a dan b) kemudian dihubungkan lagi. Metode ini dikembangkan oleh Dr. S. Pakasi tahun 68/70-an.

4. Metode Global
Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli didik bangsa Belgia yang bernama Decroly. Penernuan metode ini berdasarkan atas hasil-hasil penyelidikan dari ilmu jiwa Gestalt. Adapun cara pelaksanaannya dapat disingkat sebagai berikut:
a. Beberapa minggu yang pertama anak-anak diberinya kalimat-kalimat yang merupakan cerita singkat, urnumnya yang mudah-mudah dan berhubungan dengan diri anak-anak, yangsudah dikenal. Kalimat-kalimat itu ditulis dengan huruf-huruf tulis, yang tiap-tiap hari dapat diulanginya. Contoh:
ini ibu ani
ibu ani masak nasi
ani makan nasi
b. Setelah beberapa lama, anak-anak hafal bunyi kalimat-kalimat itu dan dapat membedakan kata-kata yang sama atau hampir sama. Alangkah baiknya jika tiap-tiap kalimat disertai gambarnya.
c. Setelah dapat membedakan kata-kata dalam kalimat-kalimat yang sudah diberikan (hal ini biasanya dengan tidak disadari), maka berangsur-angsur anak-anak itu akan dapat pula membedakan suku-suku kata (hafal). Kemudian mengerti huruf-huruf dengan bunyi sekaligus.
d. Setelah hafal dan mengerti bunyi-bunyi huruf itu, dapat pula merangkaikannya menjadi kata-kata, dan dari kata-kata menjadi kalimat.
Pelaksanaan dari metode ini sangat membutuhkan kecakapan dan pengalaman yang luas dari guru. (Lebih lanjut lihat Metodik Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan!).

5. Metode SAS atau Struktur Analisa Sintesa
Metode ini mirip dengan metode global meskipun tidak sama. Dalam metode global dimulai dari suatu unit pikiran atau suatu cerita. Siswa perlu menghafal beberapa kalimat dan dikenalkan banyak huruf sekaligus. Dalam metode SAS hanya membicarakan suatu hal. Misalnya ibu bacaannya berupa kalimat pendek, seperti:
ini ibu
ibu ani

Dari dua kalimat ini dipisah yang berupa suku kata:
i-ni i-bu
i-ni i-bu
i-n- i i-b-u
ini ibu

Berikutnya tekanan pengajaran pada suku kata:
ini ani bu -» b u
ibu abu bu
bani bibi b i b a
banu bina bi ba
dst.

E. PENGAJARAN MEMBACA LANJUT

1. Tujuan Pengajaran Membaca Teknik
lujuan pengajaran membaca teknik ialah untuk memperbaiki dan melancarkan teknik membaca pada anak-anak. Artinya: melatih anak-anak dengan tepat dan mudah mengubah tulisan menjadi suara dengan memperhatikan ucapan, tekanan, dan irama. “Teknik membaca yang baik terutama terletak dalam soal menggerakkan pandangan mata”, demikian kata Emil Javal seorang sarjana Francis. Menurut penyelidikannya, gerak-gerak mata orang yang telah pandai membaca dapat dilukiskan sebagai berikut:

Keterangan:

a - b : sa.tu baris
a’- b’ : baris selanjutnya
s : selang mencarnkan
1-2,3 dst. : lompatan-lompatan mata.

Lamanya selang mencarnkan memakan waktu 19/20 dari waktu membaca, sedang lompatan-lompatan mata hanya 1/20 dari waktu membaca. Dalam kegiatan ini yang bergerak adalah mata bukan kepala. Gunanya selang mencarnkan untuk menangkap isi dari yang dibaca ita.
Pada saat mencarnkan, mata hanya dapat melihat dengan jelas satu dua huruf yang paling menarik perhatian; namun kita sudah dapat menangkap arti perkataan/kalimat itu. Sebab jiwa kita aktif menambah lengkapnya (proses asimilasi).
4. Lamanya selang mencarnkan itu tergantung pada kemampuan jiwa untuk mengadakan proses asimilasi itu. Hal ini tergantung pula pada beberapa faktor:
a. Latihan-latihan.
b. Sifat bahan yang dibaca (mudah/sukar).
c. Besarnya perhatian.
Bagaimana cara anak yang belum mahir membaca? Menurutnya, gerak mata orang yang belum mahir membaca dapat dilukiskan sebagai benkut:
Keterangan:
lb = lompatanbalik
1 = lompatan mata amat kecil; jadi jumlah selang mencarnkan lebih banyak. Ini berarti makan waktu lebih banyak pula.
2 = Ada lompatan-lompatan balik (lb) ke belakang pada selang mencarnkan (Apa sebabnya?). Ini pun makan waktu pula.
3 = Proses asimilasi dengan sendirinya belum dapat berlangsung sebaik-baiknya (Apa sebabnya?).
Membaca dengan teknik yang baik tidak hanya soal gerakan mata (soal lancar), tetapi meliputi pula tepatnya lagu, tekanan, dan lafalnya. Dengan demikian, tujuan membaca teknik dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Mengajarkan/melatih membaca dengan lancar dan jelas, dengan jalan:
a. membuat lompatan-lompatan mata yang besar.
b. mengurangi lompatan-lompatan balik.
c. memperhatikan isi bacaan sehingga proses asimilasi berlangsung dengan baik.
2. Mengajar membaca dengan tepat. (Ini juga dipengaruhi proses asimilasi).
3. Mengajar membaca dengan lagu yang tepat (seperti orang bercakap-cakap), tanda baca menunjukkan jalannya.
4. Mengajar membaca dengan ucapan yang tepat (lafal harus jelas).

2. Bahannya
a. Pilihiah bahan bacaan yang sederhana, baik susunannya maupun isinya.
b. Dapat/boleh mengambil bahan yang telah dipercakapkan dalam pelajaran membaca dalam hati; tetapi sebaiknya hendaklah bahan yang baru (Mengapa?).

3. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam pelajaran membaca teknik ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
a. Kurang melayani sifat individu anak-anak.
b. Kurang memberi ato-aktivitas anak.
c. Lekas menjernukan.
d. Menghambat tempo/kecepatan dan usaha meresapkan isi bacaan itu.
e. Nilai praktisnya kurang.
Di samping itu ada pula keuntungan-keuntungannya, yaitu:
a. Berguna untuk menikmati keindahan bahasa dan isi bacaan.
b. Melatih lafal/ejaan, tekanan-tekanan, dan lagu bacaan.
c. Memudahkan guru untuk mengontrolnya.
Oleh karena itu, membaca teknik harus didahului oleh membaca dalam hati.

4. Jalannya Pelajaran Membaca Teknik
a. Melatih ucapan (lafal), tekanan suara dan lagu kalimat, yang telah dipilih guru dari bacaan itu. Misalnya di kelas I, siswa dibiasakan membaca dengan lafal dan intonasi: ini kaki kiki.
b. Beberapa kata-kata yang sukar dibicarakan dalam kalimat, dibaca di papan tulis dengan teknik yang baik (no. I dan 2 ± 5 menit).
c. Kitab bacaan dibuka, kemudian dibaca dalam hati ± 5 menit.
d. Pertanyaan-pertanyaan tentang isi bacaan ± 2 menit.
e. Kalau ada gambar dalam bacaan itu dibicarakan sebentar, agar perhatian siswa tidak berpindah-pindah kepada gambar itu ketika mendapat giliran membaca.
f. Guru memberi contoh membaca dengan lagu/teknik yang baik.
g. Giliran membaca untuk para siswa. Urnumnya pendek-pendek saja supaya banyak siswa yang mendapat giliran. Di kelas tinggi boleh agak panjang (± 10 sampai 15 menit). Pada saat ini guru menjaga ketertiban kelas.
h. Sebagai selingan, dapat membicarakan gambar atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Dalam membaca teknik ini mengutamakan penggunaan tanda baca dengan intonasi yang tepat. Indikator pencapaian tujuan adalah jika pendengar mengerti apa yang dibaca oleh pembaca.
k. Peringatan:
(1) Di kelas-kelas tinggi lebih baik jika yang disuruh membaca itu ialah anak-anak yang telah diberi tugas untuk menyiapkan din.
(2) Giliran membaca sebaiknya jangan diberikan menurut urutan duduk/bangku anak-anak. (Mengapa?).

F. PENGAJARAN MEMBACA DALAM HATI
1. Tujuannya
a. Melatih siswa menangkap arti bacaan itu dalam waktu yang singkat.
b. Melatih siswa belajar sendiri, untuk memperoleh pengetahuan (nilai praktis).
c. Melatih kesanggupan memusatkan perhatian dan pikiran kepada suatu soal (nilai formal), melatih anak untuk dapat mengambil kesimpulan dari apa yang dibacanya.
2. Bahannya
Selain dari buku bacaan, boleh pula diambil dari buku-buku bacaan pelajaran, seperti: llmu Bumi, Sejarah, dan flmu Hayat. Bahkan dapat juga diambilkan dari majalah-majalah, surat-surat kabar, dan lain-lain. Jadi isinya tidak hanya cerita saja, tetapi juga yang mengandung pengetahuan.
Bahan bacaan hendaklah yang mengandung kemungkinan untuk berpikir dan uraiannya pendek, serta bersifat zakelijk. Isi bacaan sesuai jiwa anak, supaya dapat menimbulkan dorongan ingin tahu secara spontan, dan tidak banyak mengandung kata-kata sulit bagi anak-anak. Misalnya bahan bacaan dapat diambil dari buku Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 169, tentang upakarti. Upakarti = penghargaan pemerintah Indonesia yang diberikan kepada perajin -> perajin = orang-orang yang membuat benda-benda jenis kerajinan tangan seperti keranjang rotan, sepatu, dan lain-lain. Guru menjelaskan semua kata-kata yang baru dikenal siswa.
3. Jalan Pelajaran Membaca Dalam Hati
a. Menerangkan kata-kata/kalimat yang sukar dalam bacaan (± 3 menit), misalnya upakarti.
b. Anak-anak membaca dalam hati ± 10 menit. Cara membaca yang benar yaitu tidak menggeleng-gelertgkan kepala.
c. Buku ditutup, guru memberi pertclnyaan-pertanyaan ingatan, anak-anak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu (± 5 menit). Misalnya: apa yang dimaksud derigan upakarti? Siapa yang berhak menerima upakarti? (Lihat halaman 169-170).
d. Kertas dibagikan kepada anak-anak. Buku bacaan boleh dibuka. Papan tulis yang telah berisi pertanyaan-pertanyaan pikiran dibalik, anak-anak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis.
e. Kertas/hasil pekerjaan anak dikumpulkan, untuk d.iperiksa guru di rumah.
f. Bila masih ada waktu, pertanyaan-pertanyaan pikiran dibicarakan bersama-sama dalam kelas.
Petunjuk-petunjuk Praktis
a. Kedua macam pertanyaan (ingatan dan pikiran) hendaklah telah disiapkan guru di rumah dan telah dipikirkan masak-masak.
b. Jumlah pertanyaan-pertanyaan ± 10 pertanyaan ingatan dan ± 10 pertanyaan pikiran.
c. Pelajaran ini dimulai di kelas IV. Di kelas III pengajaran membaca dalam hati dapat juga diberikan, dengan mengingat: pertanyaan ingatan lebih banyak daripada pertanyaan pikiran. Sedangkan di kelas-kelas tinggi sebaliknya.
d. Jawaban anak-anak tidak perlu merupakan kalimat-kalimat yang lengkap. Yang penting ialah anak-anak mengerti apa yang dibacanya.
e. Dari semua macam membaca, membaca dalam hati adalah yang terpenting. Oleh karena itu, usahakan agar anak-anak sesudah tamat SD dapat menguasai kecakapan membaca dalam hati itu sebaik-baiknya. (Mengapa demikian?).
f. Contoh SP Membaca Dalam Hati.

G. PENGAJARAN MEMBACA SEBAGAI BAHASA
1. Tujuannya
a. Menambah perbendaharaan bahasa pada anak-anak.
b. Melatih penguasaan bahasanya.
c. Mengajarkan sekedarnya tentang tata bahasa.
2. Bahannya
a. Diambilkan dari bacaan yang tidak terlalu panjang, dan yang baik serta lancar bahasanya. Lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 110-112.
b. Bacaan itu cukup mernuat bahan-bahan untuk menambah perbendaharaan bahasa anak-anak.
c. Janganlah mencari bahan yang banyak mernuat bahasa/kata-kata asing, peribahasa-peribahasa, atau mernuat banyak bentuk-bentuk yang tidak banyak dipergunakan di dalam bahasa sehari-hari.
3. Jalannya Pelajaran Membaca Bahasa
a. Bacaan dibaca dalam hati ± 5 menit. (Mengapa?).
b. Buku ditutup, pertanyaan kontrol diajukan kepada anak-anak (± 3 menit).
c. Guru atau seorang siswa membaca sebagian dari bacaan, misalnya sepertiga atau setengah halaman.
d. Guru menerangkan kata-kata yang sukar, seperti: sinonim, pepatah, kalimat-kalimat, peribahasa, dan sebagainya. Pembicaraan berlangsung bersama para siswa.
e. Setelah pembicaraan itu, seorang siswa membaca lagi sebagian, dan diterangkan/diadakan pembicaraan lagi. Demikian seterusnya dengan mengingat waktu.
f. Kira-kira 10 menit/5 menit terakhir disediakan waktu bagi para siswa untuk mencatat pelajaran (hasil pembicaraan) di papan tulis.
g. Contoh SP Membaca Sebagai Bahasa (kelas V).
Membaca sebagai bahasa mi merupakan membaca percakapan atau membaca sebagai alat komunikasi. Indikator keberhasilan siswa dilihat dari cara membaca kalimat percakapan.
Catatan:
Dalam pelajaran mi para siswa harus mempunyai “buku catatan membaca”. Ini diperlukan untuk mencatat hasil-hasil pelajaran itu, seperti: ungkapan-ungkapan yang bagus, sinonim-sinonim, perubahan-perubahan bentuk kalimat, dan sebagainya. Tiap-tiap ungkapan baru harus disertai pemakaiannya dalam bentuk kalimat.
4. Petunjuk-petunjuk Praktis
a. Persiapan guru harus dilakukan di rumah dengan teratur dan teliti.
b. Dalam buku persiapan hendaklah diterangkan/dinyatakan bagaimana cara menerangkan kata-kata dan ungkapan-ungkapan itu; misalnya dengan dramatisasi, lukisan-lukisan/gambar, cerita pendek, sinonim, dibuat kalimat, dengan alat peraga, dan sebagainya.
c. Dalam menerangkan hendaklah para siswa turut aktif, jangan hanya guru saja yang bercakap-cakap.
d. Sambil menerangkan/mempercakapkan isi bacaan itu, guru harus berusaha supaya catatan-catatan guru di papan tulis jelas dan tersusun secara sistematis, agar dapat dicatat oleh anak dengan baik.
Ada baiknya pula jika dalam buku catatan anak-anak sebelum menyalin, harus menulis: pelajaran apa, halaman berapa, dan nomor atau hal apa.

H. PENGAJARAN MEMBACA EMOSIONAL
1. Tujuannya
a. Mengajar anak-anak menikmati sendiri bermacam-macam keindahan bentuk isi dan bahasa bacaan.
b. Kalau tujuan tersebut di atas ( a ) telah tercapai, maka hal ini akan besar pengaruhnya kepada pilihan mereka dalam mencari bacaan kelak. Mereka akan sering mengambil buku atau majalah pada waktu-waktu terluang. Hal ini pun akan sangat berguna untuk mereka sendiri dan masyarakat pada umumnya.
2. Bahannya
Bagi anak, yang paling menarik perhatian ialah isi bacaan; sedangkan keindahan bentuk bahasa (bunyi dan irama), anak belum dapat menikmatinya. Oleh karena itu, bahan pelajaran membaca emosional hendaklah:
a. Isinya indah atau bagus dan mudah dipahami anak-anak, serta dapat menggerakkan dalam perasaan mereka.
b. Susunannya sederhana, yaitu menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Misalnya: lelucon, bagian-bagian cerita yang mengasyikkan, sajak-sajak sederhana, dan lain-lain. Lihat buku Lancar Berbahasa Indonesia jilid 3, halaman 124. Siswa menghayati “Menyesal”.
Catatan:
Latihan dramatisasi dan latihan visi merupakan alat yang penting untuk menghidupkan pelajaran. Keindahan isi bacaan lebih cepat dapat dinikmati kalau disertai latihan visi dan dramatisasi.
Latihan visi dilakukan bila kita hendak melukiskan pengertian kata-kata, kalimat-kalimat dalam bentuk isyarat atau mirnik, perbuatan-perbuatan atau panto-mirnik. Juga dengan jalan menceritakan kembali bacaan itu dengan kalimat-kalimat/kata-kata sendiri.
Disebut latihan dramatisasi bila dan bacaan itu anak-anak melakukan suatu sandiwara pendek. Pada latihan ini dapat ikut beberapa orang anak, sedangkan pada latihan visi hanya seorang anak saja. (Apakah faedah lain dari latihan visi dan dramatisasi itu?).
3. Jalan Pelajaran Membaca Emosional
a. Guru bertanya kepada siswa apakah anak pemah merasa menyesal? Jika pemah apa sebabnya? Selanjutnya guru mulai membacakan pelajaran itu sebaiknya-baiknya, disertai dengan mirnik dan panto-mimik.
b. Kata-kata yang sukar dan ungkapan-ungkapan diterangkan oleh guru.
c. Guru menyusun latihan-latihan visi bersama dengan anak-anak, yang kemudian dibicarakan lalu dikerjakan. Bagian-bagian yang baik untuk dramatisasi juga perlu dilatihkan dan dipelajari oleh anak-anak.
d. Seorang anak atau lebih membacakan pelajaran itu sekali lagi dengan baik. Anak-anak yang lain menutup bukunya untuk menikmatinya (mendengarkan).
e. Contoh SP Pembelajaran Membaca Emosional.
4. Peringatan
Pelajaran membaca emosional cukup diberikan 2 (dua) minggusekali. Pelajaran ini paling awal diberikan di kelas III. Tetapi tiap-tiap minggu sebaiknya diadakan satu jam pelajaran membaca bebas, yang bahannya dipilih mereka sendiri untuk dinikmatinya.

l. BERCAKAP-CAKAP
Seperti telah diuraikan di muka, bercakap-cakap ialah termasuk kepada penguasaan bahasa aktif. Yang dimaksud dengan bercakap-cakap ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan.
1. Bercakap-cakap dan Bercerita
Banyak calon dan guru-guru yang kurang memahami perbedaan antara kedua istilah tersebut dalam pengajaran bahasa. Olah karena itu, kerapkali mereka kurang dapatberhasil melaksanakannya. Sesungguhnya kedua pengertian itu memang berbeda, dan digunakan untuk pengajaran yang berbeda maksud serta pelaksanaannya. Bercakap-cakap termasuk ke dalam kelompok pengajaran bahasa. Di dalam pengajaran bercakap-cakap para siswa yang aktif melakukannya, dan memang tujuannya ialah melatih anak-anak supaya dapat melahirkan perasaan dan pikirannya dengan teratur, secara lisan. Sedangkan guru dalam hal ini hanyalah memimpin dan memberi petunjuk-petunjuk seperlunya. Bercerita kecuali merupakan mata pelajaran, juga merupakan bentuk mengajar yang dapat digunakan terhadap berbagai mata pelajaran. Di SD kerap kali bercerita itu dihubungkan dengan mata pelajaran budi pekerti. Pengajaran budi pekerti di SD urnumnya dilaksanakan/merupakan pengajaran bercerita. Dalam pengajaran bercerita guru yang aktif bercerita, para siswa mendengarkan. Tujuan pengajaran bercerita tergantung kepada isi dan cara melaksanakan/menyajikan bahannya.
2. Macam Bercakap-cakap
Bercakap-cakap dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu bercakap-cakap spontan dan bercakap-cakap terpimpin.
a. Bercakap-cakap spontan
Bercakap-cakap spontan urnumnya dilakukan di kelas I SD dan biasanya dalam bahasa daerah. Untuk daerah yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, pokok percakapan harus timbul dari penghayatan para siswa sendiri. Misalnya pada suatu hari di kelas I ada seorang siswa membawa seekor burung yang baru ditangkapnya, dan ditunjukkannya kepada bapak/ibu guru. Hal itu dapat dijadikan sebagai bahan percakapan spontan di kelas itu. (Biarpun waktu itu sebenarnya bukan jam pelajaran bercakap-cakap. Mengapa?). Hal ini sangat sesuai dengan kondisi belajar yang diharapkan, yaitu bercakap-cakap spontan. Kalimat yang diucapkan siswa orisinal dan spontan.
Anak itu disuruh menceritakan di muka kelas kepada teman-temannya tentang burung yang ditangkapnya. Sesudah itu, anak-anak lain mendapat giliran menceritakan sesuatu yang pernah dialaminya. Peningkatan kemampuan bercerita diamati dan dievaluasi oleh guru. Mungkin anak kelas I hanya dapat bercerita dalam dua kalimat. Misalnya: Burung si Ali. Bulu burung berwarna.
1) Tujuannya
Adapun tujuan pengajaran bercakap-cakap antara lain:
a. Melatih siswa melahirkan isi hatinya (pikiran, perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan kalimat yang baik.
b. Memperbesar dorongan batin akan melahirkan isi hatinya.
c. Memupuk keberanian bercakap-cakap pada anak-anak.
d. Menambah perbendaharaan bahasa anak.
e. Dari sudut psikologi humanismenya adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya.
(2) Bahannya
Bahan bercakap-cakap antara lain:
a. Pokok-pokok percakapan sebaiknya yang berasal dari dunia sekitar anak-anak. Dapat juga dipilih dari dunia orang dewasa yang telah dilihat anak, atau yang telah diketahuinya. Seperti untuk anak-anak di desa membicarakan tentang: pasar, sawah, penggilingan padi, sungai, perhelatan (pemikahan, sunatan, dan sebagainya). Sedang untuk anak-anak di kota: lalu-lintas, stasiun, kantor pos, pabrik-pabrik, perayaan hari-hari besar, dan lain-lain.
b. Pokok percakapan harus bersifat individual. Umpama tentang “Ayamku”, bukan “Ayam”.
c. Usahakan supaya ada unsur emosi dalam jiwa anak yang bercakap-cakap. Di dalam jiwa anak ada “sesuatu” yang mendorong untuk berkata-kata. Oleh karena itu, carilah bahan-bahan yang aktual, pergunakan tiap-tiap kejadian yang istimewa: di sekolah, di rumah, di kota, dan sebagainya, untuk menyatakan emosi dan memupuk dorongan akan melahirkan isi hati mereka. Seperti: Kakakku Menikah, Pasar Malam, Hari Kelahiran/Ulang Tahun, Pesta Sekolah, dan lain-lain.
d. Di kelas-kelas rendah pembicaraan itu adalah suatu peristiwa yang dialaminya sendiri oleh anak-anak (lihat contoh di atas!).
Di kelas-kelas tinggi boleh juga diambil pokok dari pelajaran lain (seperti: ilmu Bumi, Sejarah, ilmu Hayat) yang telah dipercakapkan. Tetapi dalam pelajaran ini jagalah supaya tujuannya tetap pelajaran bercakap-cakap dan bukan pelajaran flmu Bumi atau flmu hayat, dan sebagainya. Biasakan siswa menuliskan inti sari dari percakapan mereka. Contoh SP Bercakap-cakap Spontan. (Kelas D cawu 1).
Bercakap-cakap spontan ini harus dibiasakan dan kelas 1. Penilaiannya melalui pengamatan. Untuk dinilai secara menyeluruh, kegiatan ini digabung dengan kegiatan menulis. Oleh karena itu, contoh SP ini dimulai di kelas H.
b. Bercakap-cakap terpimpin
(1) Tujuannya
Tujuan dari pelajaran ini adalah untuk membuat siswa berani menyatakan pendapatnya, menghilangkan rasa malu dan rasa ragu-ragu. Oleh karena itu, harus diusahakan supaya anak mengikuti dengan tertib.
(2) Cara menyampaikan pelajaran
Pelajaran ini dapat diberikan dengan cara:
a. Setelah guru menceritakan sebuah cerita yang smgkat, menurut urutan-urutan yang tertentu, anak-anak menceritakan kembali cerita itu dengan teratur pula.
b. Menceritakan deretan gambai-gambar (gambar seri) dari buku atau yang dibuat guru di papan tulis.
c. Menceritakan kembali sebuah bacaan yang sudah dibaca. Dalam hal ini perhatikan baik tidaknya isi bacaan itu diceritakan mereka.
d. Di kelas-kelas tinggi para siswa mengucapkan beberapa kalimat yang telah disusun guru di papan tulis sebagai kalimat percakapan.
e. Membicarakan hal-hal yang menarik atau berita aktual saat itu dengan cara berpasangan.
(3) Jalan pengajarannya
Pelajaran ini banyak menggunakan aspek mendengarkan. Oleh karena itu, pada bercakap-cakap terpimpin contoh yang dilakukanxileh guru harus jelas dan mendorong siswa untuk berperan dalam percakapan.
a. Menceritakan kembali suatu cerita singkat yang telah dibaca atau didengarnya.
b. Semua siswa membaca paragraf I. Guru bertanya kepada siswa apa isi paragraf 1. Apa komentar siswa, dan sebagainya.
c. Apa yang diucapkan siswa dituliskan di papan tulis. Mungkin berbeda. Beri kesempatan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
d. Kesimpulan yang disepakati bersama dituliskan di papan tulis.
e. Baca seperti bahasa percakapan.
f. Lanjutkan paragraf berikutnya, sampai selesai, sehingga merupakan ringkasan cerita yang diceritakan oleh anak.
g. Berilah kesempatan kepada siswa untuk menyusun kembali atau memperbaiki cerita singkatnya.
h. Siswa menceritakan kembali dengan bahasa percakapan.
3. Latihan-latihan Memperkaya Perbendaharaan Bahasa
Keberanian dan kemahiran siswa bercakap-cakap dipengaruhi oleh perbendaharaan bahasanya. Oleh karena itu, latihan memperkaya perbendaharaan bahasa sangat penting. Latihan-latihan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa itu dapat kita lakukan dengan jalan sebagai berikut:
(1) Yang amat penting ialah pengajaran lmgkungan (Zuakonjerwifs), yang biasanya dilakukan di kelas I, II, dan III. Seperti: mengunjungi pasar, rumah yang sedang dibangun, menual padi, waduk untuk pengairan sawah-sawah, kantor pos, stasiun kereta api, dan lain-lain.
(2) Mengajarkan nama-nama. Seperti: bermacam-macam bunyi, warna, gerakan badan, pakaian; gejala-gejala hari seperti panas, mendung/berawan, hujan, dan sebagainya.
(3) Permainan perbendaharaan bahasa. Seperti: perlombaan menulis nama-nama barang di dapur, nama buah-buahan, barang-barang di toko, mencari oleh-oleh yang dapat dibeli di suatu toko tetapi huruf awal dari benda itu harus sama. Contoh: lbu berbelanja di toko Makmur. Yang dibeli mulai dengan huruf m yaitu: minyak goreng, mi, mihun, molen, dan seterusnya.
(4) Menghapalkan sajak-sajak. Di kelas-kelas rendah: dapat diberikan sajak-sajak yang memuat banyak hal yang dilakukan oleh anak-anak, atau yang dapat dipertunjukkan sebagai percakapan. Misalnya menghapalkan syair lagu “Bertepuk Tangan” -» Berlipat-lipat tangan, bertepuk sernuanya. Bertepuk berpasangan. Alangkah senangnya berteman. Di kelas-kelas tinggi: di samping hapal sajak-sajak itu, kita perhatikan pula keindahan bentuk bahasanya. Bahan dapat diambil dari syair lagu yang telah dinyanyikan anak. Misalnya “Burung Kutilang”. Memilih sajak-sajak itu harus dengan seksama sekali. Misalnya sajak “Aku” belum tepat untuk usia SD. Pilihiah sajak yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Misalnya sajak “Kapal Udara” karya Maria Amin (Kesusasteraan Indonesia Masa Jepang. Editor H.B. Yasin, Balai Pustaka, 1928) sesuai watak siswa kelas V atau kelas VI.
(5) Memberikan latihan-latihan yang disenangi, seperti:
a. Mempergunakan kata-kata dalam kalimat-kalimat. Misalnya di kelas I dan ll baru mengucapkan kalimat: “Saya makan…. “(Lanjutannya diucapkan siswa sesuai apa yang diinginkan siswa).’ Di kelas III siswa melakukan percakapan bersambung. Siswa A berkata: “Saya sedang makan. Makan apa sekarang?” Si B meneruskan dengan: “Makan buah. Buah apa?” Dilanjutkan siswa berikutnya sampai semua mendapat giliran.
b. Membuat beberapa kalimat dan sebuah kata yang berbeda artinya. Lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 31. Dan kata bakar dapat disusun 5 kalimat yang berbeda artinya.
c. Mengisi kalimat-kalimat yang belum lengkap. Misalnya: Berjalanlah di sebelah kin supaya …
d. Mengatakan kalimat dengan cara lain. Misalnya: Saya perlu minum -> Saya haus.
e. Dan sebagainya.
Kalau kita simpulkan, maka cara-cara untuk menambah perbendaharaan bahasa ada 2 macam: a. Secara langsung, yaitu pada pelajaran:
1. Membaca Bahasa, di mana anak-anak mencatat di dalam buku catatannya pengertian-pengertian bani, sinonim atau padanan kata, lawan kata-kata, pemakaian kata dalam kalimat, dan sebagainya. Hal ini telah mulai sejak kelas 1. Contoh: Guni membuat kantong kartu seperti … dan seterusnya. Siswa menuliskan kata yang diketahuinya di kartu yang diberikanguru lapil labul pbatui dst. Siswa memasukkan dalam kantong yang sesuai. Siswa telah mempunyai buku kamus sederhana. Siswa menuliskan setiap kata-kata yang baru diketahuinya ke dalam buku itu. Kegiatan ini berlanjut dan kelas I sampai dengan kelas VI.
2. Tata Bahasa, di mana beberapa pelajaran tiap-tiap kata diberikan imbuhan untuk memberi idiom baru (lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 55). Dan kata-kata kecil dapat dikembangkan menjadi: kekedlan, terkedl, mengecilkan, dikecilkan, memperkecil, kecilkan.

b. Secara tidak langsung, yaitu melalui pelajaran:
1. MembacaTeknik dan Membaca Dalam Hati.
Pada saat membaca teknik, siswa menambah pengetahuan bahasa dan sudut perbedaan intonasi dapat mengubah arti kata.
2. Bercakap-cakap.
Melalui percakapan siswa memahami gaya bicara.
3. Membaca bebas dirumah.
4. Pengajaran Lingkungan atau Pengajaran Alam Sekitar di kelas I, D, dan III. Pengajaran Proyek, Pengajaran Berprograma, di kelas IV, V, dan VI.

Entri Populer