Selasa, 01 Desember 2009

MODEL PEMBELAJARAN

Kemarin saya belajar kembali mengenai metode pembelajaran di palatihan peningkatan mutu profesi guru. Fasilitator memberikan materi berupa artikel yang berkaitan dengan pembahasaan. ada baiknya artikel ini saya bagikan dengan teman-teman. artikel ini dibuat oleh Akhmad Sudrajat. isinya sebagai berikut

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:

Minggu, 15 November 2009

Cara Belajar Membaca yang Efektif

oleh Dr. Suyatno
Kita harus percaya bahwa anak-anak memiliki kemampuan belajar yang tidak tertandingi, karena banyak bukti sudah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa menghafal iklan, nyeletuk ketika kita berbicara dengan orang lain, dan menyerap kata-kata yang kita ucapkan.

Dalam bukunya 'How to Teach Your Baby to Read', Glen Doman mengatakan bahwa pada dasarnya kemampuan anak khususnya balita sangat luar biasa. Bahkan, kata Doman, otak anak yang separuhnya sudah dilakukan pembedahan Hemispherectomy (membuang separuh fisik otaknya) bisa punya kemampuan sama dengan anak yang otaknya utuh dan normal.

Sebetulnya, dalam metode Doman, mengajar membaca pada anak balita itu mudah dan sederhana. Hanya saja, saking mudah dan sederhana itulah kita justeru seringkali mengabaikan, menunda, serta menyepelekannya, sehingga akhirnya waktu terlewat dan semua sudah terlambat.

Mudah dan sederhana, namun bukan berarti bisa "seenaknya". Ada hal-hal perlu dilakukan dan penting dilakoni, yang tentu agar tujuan mengajari membaca pada anak-anak tercapai dengan hasil memuaskan.

Apa yang Boleh?
- Jangan membuat anak menjadi bosan dengan maju terlalu cepat, maju terlalu lambat, serta terlalu sering memberi tes
- Jangan memaksa anak, apapun bentuknya
- Jangan tegang, sehingga Anda lebih baik menunda jika suasana tidak mendukung, baik pada Anda maupun si anak
- Jangan dulu mengajarinya abjad, namun ajari ia kata-kata

Yang Harus?
- Bergembiralah dan buat suasana hati anak senang dan nyaman menerima "pelajaran" dari Anda
- Selalu ciptakan cara baru. Ingat, bagaimanapun jeleknya cara Anda mengajar, hampir bisa dipastikan bahwa ia akan belajar lebih banyak daripada tidak diajarkan sama sekali.

Metode Glen Doman (Tahap I)
Sebaiknya tunda dulu mengajarkan anak Anda tentang huruf, karena unsur terkecil dari sebuah bahasa adalah kata, bukan huruf.

Bentuk kata adalah kongkrit, sedangkan huruf adalah abstrak. Sementara, mengajar anak akan lebih mudah pada hal-hal yang kongkrit, bukan hal-hal abstrak yang membuatnya berpikir terlalu dalam atas apapun yang Anda ajarkan.

Salah satu cara mudah dan sederhana mengajarkan anak membaca melalui pengenalan kata adalah dengan menggunakan Metode Glen Doman. Simak langkahnya berikut ini;

1. Buat 15 kata dibagi dalam 3 set kategori berbentuk kartu dari karton dan spidol. Masing-masing terdiri Set Kategori A, Set Kategori B dan Set Kategori C yang berbeda
2. Contoh, gunakan tema nama-nama dalam anggota keluarga di Set A (ayah, ibu, tante, kakek, nenek), nama buah di Set B (apel, pisang, jambu, jeruk, durian), dan nama hewan di Set C (ayam, itik, angsa, ikan, kuda)
3. Ambil satu kartu yang paling depan/tumpukan karton pertama di Set A, sebutkan (bacakan) dan ajak anak menirukannya.
-ingat, tak perlu jelaskan artinya tentang apa yang dibaca oleh si anak
-tak lebih dari satu detik, ambil kartu dari belakang dan lakukan seperti yang pertama
-perhatikan wajah anak ketika menyebutkan kata, amati kata yang disukainya dan yang tidak
-jangan minta anak mengulang kata-kata yang kita bacakan tadi
-setelah membaca lima kata, stop pelajaran ini. Peluk anak Anda dan puji dia dengan menunjukkan Anda bangga atas apa yang dilakukannya

4. Di hari pertama pelajaran, lakukan untuk Set A sebanyak tiga kali (3x)

5. Hari kedua lakukan Set A = 3x, Set B = 3x

6. Hari ketiga Set A = 3x, Set B = 3x, dan Set C = 3x

7. Hari keempat sampai dengan keenam sama seperti hari ketiga
-setiap kata dibaca maksimal antara 15 - 25 kali. Setelah sebanyak itu, kata harus diganti. Caranya, setelah hari keenam ambil 1 kata dari setiap Set dan gantilah dengan sebuah kata baru
-setiap satu Set yang Anda bacakan selesai lansung diacak, hal ini supaya anak tidak bisa menebak urutan kata
-jangan pernah mengulang kata yang sudah Anda bacakan, sehingga tidak salah Anda menandai tiap kata yang sudah Anda bacakan dengan pensil. Tanda ini juga bisa dijadikan patokan sudah berapa kali kata ini kita bacakan

Mengajar Membaca dengan Bermain

oleh : dr. suyatno
Mengenalkan membaca pada anak-anak tidak selamanya dengan metode yang serius dan monoton. Tanpa disadari, dengan bermain anak-anak bisa sekaligus dikenalkan untuk membaca buku dengan santai.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Kiswanti, pendiri Taman Bacaan Masyarakat WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi) Parung, Bogor. Berkat kegigihannya membangun taman bacaan tersebut, Kiswanti diundang hadir sebagai narasumber, seminar "Lokakarya Sehari Membangun Budaya Baca Sejak Lahir" yang berlangsung di Jakarta, Kamis (16/7).

Kiswanti mengatakan, metode terbaik memperkenalkan buku pada anak-anak agar senang membaca sebenarnya tidak perlu dengan paksaan atau terlalu sistematis. "Anak-anak akan lebih terbuka dan antusias membaca buku apabila mereka merasa senang dan tidak tertekan melakukannya," katanya.

Dia juga mengatakan, membacakan cerita dengan tidak menyelesaikannya sampai akhir dapat memancing emosional anak untuk lanjut bertanya. Hal itu sekaligus dapat mengukur tingkat antusiasme anak terhadap cerita yang dibacakan orangtuanya.

Membacakan cerita untuk anak-anak, lanjut Kiswanti, juga harus disesuaikan dengan kondisi anak agar anak juga mencermati sekaligus menikmati alur cerita. Dengan suasana membaca yang mengasyikkan, maka anak akan merasa tertarik dengan buku-buku bacaan yang lain.

"Metode lain yang saya terapkan adalah bermain dengan membuat bentuk-bentuk huruf, tujuannya untuk memancing kreativitas anak dan melatih mereka mengingat bentuk huruf-huruf itu," tutur Iswanti.

Kiswanti juga menambahkan, semua benda dapat dijadikan media untuk memperkenalkan membaca bagi anak. Dia mencontohkan, bagi ibu-ibu yang kurang mampu membelikan anaknya buku, bisa menggunakan koran bekas yang kemudian dipotong-potong gambarnya. Potongan itu lalu dikumpulkan dan dijadikan sebuah cerita untuk anak mereka.

"Dalam metode bermain ini peran ibu sangat penting, karena kreativitas ibu sangat dibutuhkan untuk membuat model atau tipe-tipe permainan sesuai yang digemari anak-anak mereka agar mereka semakin berminat untuk membaca," ujarnya. "Ibu adalah perpustakaan pertama bagi anak," tambahnya.

Tehnik Pembelajaran Sate Gambar

Oleh Suyatno

Inovasi harus tiada berhenti bagi seorang guru yang selalu maju meski berada dalam kondisi apapun. Itulah yang diharapkan dalam dunia persekolahan sehingga siswa dapat mengeluarkan potensi supernya yang membawa ke dunia kecerdasan yang sesungguhnya.

Salah satu inovasi itu adalah penggunaan teknik pembelajaran yang beraneka ragam berdasarkan metode atau prosedur yang berdimensi pendekatan tertentu. Teknik sate gambar dapat digunakan untuk inovasi pembelajaran dengan metode apapun. Bagaimana sebenarnya teknik sate gambar itu?

Kamis, 29 Oktober 2009

Metodologi PAKEM

Oleh : Drs T. Taslimuharom, MP
PAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan
“Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif .

Minggu, 25 Oktober 2009

Problematika Pengajaran Sastra di Sekolah

Oleh: Mahmud Jauhari Ali

Di tengah ramainya tuntutan guru untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak bagi mereka, sudahkah mereka itu berkontemplasi.

Maksudnya adalah merenungi atas hal yang telah mereka perbuat dalam dunia pendidikan, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Sastra merupakan bagian intergral dalam dunia pendidikan tersebut yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan di Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan.

Pengajaran sastra mencakup ketiga genre sastra, yakni prosa fiksi, puisi, dan drama. Dalam

Jumat, 02 Oktober 2009

ASPEK PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

oleh : www.mbahbrata-edu.blogspot.com

A. MENDENGARKAN
Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja kepada suatu suara, atau menangkap pikiran orang berbicara dengan alat pendengaran kita, dengan tepat dan teratur. Mendengar dan mendengarkan itu berbeda. Mendengar dapat dilakukan setiap orang yang alat pendengarannya normal; dengan kata lain jika orang itu tidak tuli. Sedangkan mendengarkan membutuhkan kecakapan yang harus dipelajari dengan latihan-latihan yang benilang-ulang, kecakapan yang tidak dikuasai dengan cukup oleh setiap orang. Untuk mendengarkan dengan baik kita harus:
a. mengerti akan kata-kata yang dipakai,
b. memahami dan mengenal bentuk kalimatnya, jadi
c. menangkap isi dan maksud percakapan itu dengan teratur.

1. Latihan-latihan Mendengarkan

Latihan-latihan mendengarkan itu perlu sekali diberikan pada anak-anak sejak anak-anak itu mula-mula duduk di bangku sekolah dasar. Kecuali mempunyai nilai formal (melatih fungsi pendengaran dan pemusatan perhatian) latihan-latihan mendengarkan itu besar sekali artinya untuk menambah perbendaharaan bahasa.
Latihan-latihan mendengarkan itu dapat kita namakan sendi atau dasar bagi pengajaran bahasa. Oleh karena itu, latihan-latihan fnendengarkan harus diberikan di tiap-tiap kelas, terutama di kelas-kelas rendah. Latihan mendengarkan itu bukan saja semata-mata dilakukan untuk meneliti kepandaian siswa, tetapi juga selalu untuk membentuk pengertian. lidak semua kata-kata sama artinya, walaupun bunyinya sama.

d. METODE PEMBELAJARAN MEMBACA PRMULAAN
1. Metode Eja (Spell Method)

Metode ejaan adalah metode yang paling terdahulu, yang sekarang sudah jarang/tidak terpakai lagi. Metode ini mengajarkan kepada anak-anak huruf-huruf dalam abjad, dengan naman-ya, bukan dengan bunyinya. Huruf-huruf ini dirangkaikan menjadi suku kata, dan dari suku kata menjadi kata. Contoh:
de - a = da; el - i- el = lil; jadi: dalil,
be - o = bo; te - o- el = tol; jadi: botol, dan sebagainya.
(Cara mengajar menurut metode ini, ingatlah pada cara mengajar huruf Arab yang masih berlaku di surau-surau).

2. Metode Bunyi (Klank Method)

Dalam mengajar menurut metode bunyi, bukannya nama huruf yang diajarkan, melainkan bunyinya. Jalannya sama dengan metode eja. Contoh:
d (ed) - a = da, w (ew) - a-1 (et) = dawat
s (es) - a = sa, b (eb) - i -1 (et) = sabit
Seperti halnya metode eja, metode bunyi pun sekarang sudah jarang/tidak dipergunakan lagi. Yang sering dipakai adalah gabungan dari metode bunyi dan suku kata. Contoh:

3. Metode Lembaga Kata
Metode lembaga kata dapat dikatakan sebagai peralihan antara metode bunyi dengan metode yang terbaru, yakni: metode global. Proses pelaksanaannya adalah kira-kira sebagai berikut:
a. Menyajikan kepada para siswa sebuah kata yang tidak asing lagi bagi mereka. (Biasanya kata-kata itu dituliskan di bawah sebuah gambar).
b. Menganalisis atau menguraikan kata menjadi suku kata. Suku kata langsung ke bunyi huruf.
c. Mengajarkan huruf dari tiap-tiap bunyi yang telah dipisahkan dari lembaga katanya.
d. Hunif-huruf itu disintesis atau dirangkaikan menjadi suku dan kata.
e. Kata-kata itu dirangkaikan menjadi pola kalimat sederhana.
Jadi siswa mahir benar memainkan kartu huruf a, i, n menjadi beberapa kata seperti:
i ni i in
i ni a an
i ni i ni
i ni i na

baru dikenalkan kartu lain seperti:
Metode lembaga kata mendekati metodeanalitis - sintetis, karena setelah menguraikan (lihat a dan b) kemudian dihubungkan lagi. Metode ini dikembangkan oleh Dr. S. Pakasi tahun 68/70-an.

4. Metode Global
Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli didik bangsa Belgia yang bernama Decroly. Penernuan metode ini berdasarkan atas hasil-hasil penyelidikan dari ilmu jiwa Gestalt. Adapun cara pelaksanaannya dapat disingkat sebagai berikut:
a. Beberapa minggu yang pertama anak-anak diberinya kalimat-kalimat yang merupakan cerita singkat, urnumnya yang mudah-mudah dan berhubungan dengan diri anak-anak, yangsudah dikenal. Kalimat-kalimat itu ditulis dengan huruf-huruf tulis, yang tiap-tiap hari dapat diulanginya. Contoh:
ini ibu ani
ibu ani masak nasi
ani makan nasi
b. Setelah beberapa lama, anak-anak hafal bunyi kalimat-kalimat itu dan dapat membedakan kata-kata yang sama atau hampir sama. Alangkah baiknya jika tiap-tiap kalimat disertai gambarnya.
c. Setelah dapat membedakan kata-kata dalam kalimat-kalimat yang sudah diberikan (hal ini biasanya dengan tidak disadari), maka berangsur-angsur anak-anak itu akan dapat pula membedakan suku-suku kata (hafal). Kemudian mengerti huruf-huruf dengan bunyi sekaligus.
d. Setelah hafal dan mengerti bunyi-bunyi huruf itu, dapat pula merangkaikannya menjadi kata-kata, dan dari kata-kata menjadi kalimat.
Pelaksanaan dari metode ini sangat membutuhkan kecakapan dan pengalaman yang luas dari guru. (Lebih lanjut lihat Metodik Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan!).

5. Metode SAS atau Struktur Analisa Sintesa
Metode ini mirip dengan metode global meskipun tidak sama. Dalam metode global dimulai dari suatu unit pikiran atau suatu cerita. Siswa perlu menghafal beberapa kalimat dan dikenalkan banyak huruf sekaligus. Dalam metode SAS hanya membicarakan suatu hal. Misalnya ibu bacaannya berupa kalimat pendek, seperti:
ini ibu
ibu ani

Dari dua kalimat ini dipisah yang berupa suku kata:
i-ni i-bu
i-ni i-bu
i-n- i i-b-u
ini ibu

Berikutnya tekanan pengajaran pada suku kata:
ini ani bu -» b u
ibu abu bu
bani bibi b i b a
banu bina bi ba
dst.

E. PENGAJARAN MEMBACA LANJUT

1. Tujuan Pengajaran Membaca Teknik
lujuan pengajaran membaca teknik ialah untuk memperbaiki dan melancarkan teknik membaca pada anak-anak. Artinya: melatih anak-anak dengan tepat dan mudah mengubah tulisan menjadi suara dengan memperhatikan ucapan, tekanan, dan irama. “Teknik membaca yang baik terutama terletak dalam soal menggerakkan pandangan mata”, demikian kata Emil Javal seorang sarjana Francis. Menurut penyelidikannya, gerak-gerak mata orang yang telah pandai membaca dapat dilukiskan sebagai berikut:

Keterangan:

a - b : sa.tu baris
a’- b’ : baris selanjutnya
s : selang mencarnkan
1-2,3 dst. : lompatan-lompatan mata.

Lamanya selang mencarnkan memakan waktu 19/20 dari waktu membaca, sedang lompatan-lompatan mata hanya 1/20 dari waktu membaca. Dalam kegiatan ini yang bergerak adalah mata bukan kepala. Gunanya selang mencarnkan untuk menangkap isi dari yang dibaca ita.
Pada saat mencarnkan, mata hanya dapat melihat dengan jelas satu dua huruf yang paling menarik perhatian; namun kita sudah dapat menangkap arti perkataan/kalimat itu. Sebab jiwa kita aktif menambah lengkapnya (proses asimilasi).
4. Lamanya selang mencarnkan itu tergantung pada kemampuan jiwa untuk mengadakan proses asimilasi itu. Hal ini tergantung pula pada beberapa faktor:
a. Latihan-latihan.
b. Sifat bahan yang dibaca (mudah/sukar).
c. Besarnya perhatian.
Bagaimana cara anak yang belum mahir membaca? Menurutnya, gerak mata orang yang belum mahir membaca dapat dilukiskan sebagai benkut:
Keterangan:
lb = lompatanbalik
1 = lompatan mata amat kecil; jadi jumlah selang mencarnkan lebih banyak. Ini berarti makan waktu lebih banyak pula.
2 = Ada lompatan-lompatan balik (lb) ke belakang pada selang mencarnkan (Apa sebabnya?). Ini pun makan waktu pula.
3 = Proses asimilasi dengan sendirinya belum dapat berlangsung sebaik-baiknya (Apa sebabnya?).
Membaca dengan teknik yang baik tidak hanya soal gerakan mata (soal lancar), tetapi meliputi pula tepatnya lagu, tekanan, dan lafalnya. Dengan demikian, tujuan membaca teknik dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Mengajarkan/melatih membaca dengan lancar dan jelas, dengan jalan:
a. membuat lompatan-lompatan mata yang besar.
b. mengurangi lompatan-lompatan balik.
c. memperhatikan isi bacaan sehingga proses asimilasi berlangsung dengan baik.
2. Mengajar membaca dengan tepat. (Ini juga dipengaruhi proses asimilasi).
3. Mengajar membaca dengan lagu yang tepat (seperti orang bercakap-cakap), tanda baca menunjukkan jalannya.
4. Mengajar membaca dengan ucapan yang tepat (lafal harus jelas).

2. Bahannya
a. Pilihiah bahan bacaan yang sederhana, baik susunannya maupun isinya.
b. Dapat/boleh mengambil bahan yang telah dipercakapkan dalam pelajaran membaca dalam hati; tetapi sebaiknya hendaklah bahan yang baru (Mengapa?).

3. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam pelajaran membaca teknik ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
a. Kurang melayani sifat individu anak-anak.
b. Kurang memberi ato-aktivitas anak.
c. Lekas menjernukan.
d. Menghambat tempo/kecepatan dan usaha meresapkan isi bacaan itu.
e. Nilai praktisnya kurang.
Di samping itu ada pula keuntungan-keuntungannya, yaitu:
a. Berguna untuk menikmati keindahan bahasa dan isi bacaan.
b. Melatih lafal/ejaan, tekanan-tekanan, dan lagu bacaan.
c. Memudahkan guru untuk mengontrolnya.
Oleh karena itu, membaca teknik harus didahului oleh membaca dalam hati.

4. Jalannya Pelajaran Membaca Teknik
a. Melatih ucapan (lafal), tekanan suara dan lagu kalimat, yang telah dipilih guru dari bacaan itu. Misalnya di kelas I, siswa dibiasakan membaca dengan lafal dan intonasi: ini kaki kiki.
b. Beberapa kata-kata yang sukar dibicarakan dalam kalimat, dibaca di papan tulis dengan teknik yang baik (no. I dan 2 ± 5 menit).
c. Kitab bacaan dibuka, kemudian dibaca dalam hati ± 5 menit.
d. Pertanyaan-pertanyaan tentang isi bacaan ± 2 menit.
e. Kalau ada gambar dalam bacaan itu dibicarakan sebentar, agar perhatian siswa tidak berpindah-pindah kepada gambar itu ketika mendapat giliran membaca.
f. Guru memberi contoh membaca dengan lagu/teknik yang baik.
g. Giliran membaca untuk para siswa. Urnumnya pendek-pendek saja supaya banyak siswa yang mendapat giliran. Di kelas tinggi boleh agak panjang (± 10 sampai 15 menit). Pada saat ini guru menjaga ketertiban kelas.
h. Sebagai selingan, dapat membicarakan gambar atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Dalam membaca teknik ini mengutamakan penggunaan tanda baca dengan intonasi yang tepat. Indikator pencapaian tujuan adalah jika pendengar mengerti apa yang dibaca oleh pembaca.
k. Peringatan:
(1) Di kelas-kelas tinggi lebih baik jika yang disuruh membaca itu ialah anak-anak yang telah diberi tugas untuk menyiapkan din.
(2) Giliran membaca sebaiknya jangan diberikan menurut urutan duduk/bangku anak-anak. (Mengapa?).

F. PENGAJARAN MEMBACA DALAM HATI
1. Tujuannya
a. Melatih siswa menangkap arti bacaan itu dalam waktu yang singkat.
b. Melatih siswa belajar sendiri, untuk memperoleh pengetahuan (nilai praktis).
c. Melatih kesanggupan memusatkan perhatian dan pikiran kepada suatu soal (nilai formal), melatih anak untuk dapat mengambil kesimpulan dari apa yang dibacanya.
2. Bahannya
Selain dari buku bacaan, boleh pula diambil dari buku-buku bacaan pelajaran, seperti: llmu Bumi, Sejarah, dan flmu Hayat. Bahkan dapat juga diambilkan dari majalah-majalah, surat-surat kabar, dan lain-lain. Jadi isinya tidak hanya cerita saja, tetapi juga yang mengandung pengetahuan.
Bahan bacaan hendaklah yang mengandung kemungkinan untuk berpikir dan uraiannya pendek, serta bersifat zakelijk. Isi bacaan sesuai jiwa anak, supaya dapat menimbulkan dorongan ingin tahu secara spontan, dan tidak banyak mengandung kata-kata sulit bagi anak-anak. Misalnya bahan bacaan dapat diambil dari buku Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 169, tentang upakarti. Upakarti = penghargaan pemerintah Indonesia yang diberikan kepada perajin -> perajin = orang-orang yang membuat benda-benda jenis kerajinan tangan seperti keranjang rotan, sepatu, dan lain-lain. Guru menjelaskan semua kata-kata yang baru dikenal siswa.
3. Jalan Pelajaran Membaca Dalam Hati
a. Menerangkan kata-kata/kalimat yang sukar dalam bacaan (± 3 menit), misalnya upakarti.
b. Anak-anak membaca dalam hati ± 10 menit. Cara membaca yang benar yaitu tidak menggeleng-gelertgkan kepala.
c. Buku ditutup, guru memberi pertclnyaan-pertanyaan ingatan, anak-anak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu (± 5 menit). Misalnya: apa yang dimaksud derigan upakarti? Siapa yang berhak menerima upakarti? (Lihat halaman 169-170).
d. Kertas dibagikan kepada anak-anak. Buku bacaan boleh dibuka. Papan tulis yang telah berisi pertanyaan-pertanyaan pikiran dibalik, anak-anak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis.
e. Kertas/hasil pekerjaan anak dikumpulkan, untuk d.iperiksa guru di rumah.
f. Bila masih ada waktu, pertanyaan-pertanyaan pikiran dibicarakan bersama-sama dalam kelas.
Petunjuk-petunjuk Praktis
a. Kedua macam pertanyaan (ingatan dan pikiran) hendaklah telah disiapkan guru di rumah dan telah dipikirkan masak-masak.
b. Jumlah pertanyaan-pertanyaan ± 10 pertanyaan ingatan dan ± 10 pertanyaan pikiran.
c. Pelajaran ini dimulai di kelas IV. Di kelas III pengajaran membaca dalam hati dapat juga diberikan, dengan mengingat: pertanyaan ingatan lebih banyak daripada pertanyaan pikiran. Sedangkan di kelas-kelas tinggi sebaliknya.
d. Jawaban anak-anak tidak perlu merupakan kalimat-kalimat yang lengkap. Yang penting ialah anak-anak mengerti apa yang dibacanya.
e. Dari semua macam membaca, membaca dalam hati adalah yang terpenting. Oleh karena itu, usahakan agar anak-anak sesudah tamat SD dapat menguasai kecakapan membaca dalam hati itu sebaik-baiknya. (Mengapa demikian?).
f. Contoh SP Membaca Dalam Hati.

G. PENGAJARAN MEMBACA SEBAGAI BAHASA
1. Tujuannya
a. Menambah perbendaharaan bahasa pada anak-anak.
b. Melatih penguasaan bahasanya.
c. Mengajarkan sekedarnya tentang tata bahasa.
2. Bahannya
a. Diambilkan dari bacaan yang tidak terlalu panjang, dan yang baik serta lancar bahasanya. Lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 110-112.
b. Bacaan itu cukup mernuat bahan-bahan untuk menambah perbendaharaan bahasa anak-anak.
c. Janganlah mencari bahan yang banyak mernuat bahasa/kata-kata asing, peribahasa-peribahasa, atau mernuat banyak bentuk-bentuk yang tidak banyak dipergunakan di dalam bahasa sehari-hari.
3. Jalannya Pelajaran Membaca Bahasa
a. Bacaan dibaca dalam hati ± 5 menit. (Mengapa?).
b. Buku ditutup, pertanyaan kontrol diajukan kepada anak-anak (± 3 menit).
c. Guru atau seorang siswa membaca sebagian dari bacaan, misalnya sepertiga atau setengah halaman.
d. Guru menerangkan kata-kata yang sukar, seperti: sinonim, pepatah, kalimat-kalimat, peribahasa, dan sebagainya. Pembicaraan berlangsung bersama para siswa.
e. Setelah pembicaraan itu, seorang siswa membaca lagi sebagian, dan diterangkan/diadakan pembicaraan lagi. Demikian seterusnya dengan mengingat waktu.
f. Kira-kira 10 menit/5 menit terakhir disediakan waktu bagi para siswa untuk mencatat pelajaran (hasil pembicaraan) di papan tulis.
g. Contoh SP Membaca Sebagai Bahasa (kelas V).
Membaca sebagai bahasa mi merupakan membaca percakapan atau membaca sebagai alat komunikasi. Indikator keberhasilan siswa dilihat dari cara membaca kalimat percakapan.
Catatan:
Dalam pelajaran mi para siswa harus mempunyai “buku catatan membaca”. Ini diperlukan untuk mencatat hasil-hasil pelajaran itu, seperti: ungkapan-ungkapan yang bagus, sinonim-sinonim, perubahan-perubahan bentuk kalimat, dan sebagainya. Tiap-tiap ungkapan baru harus disertai pemakaiannya dalam bentuk kalimat.
4. Petunjuk-petunjuk Praktis
a. Persiapan guru harus dilakukan di rumah dengan teratur dan teliti.
b. Dalam buku persiapan hendaklah diterangkan/dinyatakan bagaimana cara menerangkan kata-kata dan ungkapan-ungkapan itu; misalnya dengan dramatisasi, lukisan-lukisan/gambar, cerita pendek, sinonim, dibuat kalimat, dengan alat peraga, dan sebagainya.
c. Dalam menerangkan hendaklah para siswa turut aktif, jangan hanya guru saja yang bercakap-cakap.
d. Sambil menerangkan/mempercakapkan isi bacaan itu, guru harus berusaha supaya catatan-catatan guru di papan tulis jelas dan tersusun secara sistematis, agar dapat dicatat oleh anak dengan baik.
Ada baiknya pula jika dalam buku catatan anak-anak sebelum menyalin, harus menulis: pelajaran apa, halaman berapa, dan nomor atau hal apa.

H. PENGAJARAN MEMBACA EMOSIONAL
1. Tujuannya
a. Mengajar anak-anak menikmati sendiri bermacam-macam keindahan bentuk isi dan bahasa bacaan.
b. Kalau tujuan tersebut di atas ( a ) telah tercapai, maka hal ini akan besar pengaruhnya kepada pilihan mereka dalam mencari bacaan kelak. Mereka akan sering mengambil buku atau majalah pada waktu-waktu terluang. Hal ini pun akan sangat berguna untuk mereka sendiri dan masyarakat pada umumnya.
2. Bahannya
Bagi anak, yang paling menarik perhatian ialah isi bacaan; sedangkan keindahan bentuk bahasa (bunyi dan irama), anak belum dapat menikmatinya. Oleh karena itu, bahan pelajaran membaca emosional hendaklah:
a. Isinya indah atau bagus dan mudah dipahami anak-anak, serta dapat menggerakkan dalam perasaan mereka.
b. Susunannya sederhana, yaitu menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Misalnya: lelucon, bagian-bagian cerita yang mengasyikkan, sajak-sajak sederhana, dan lain-lain. Lihat buku Lancar Berbahasa Indonesia jilid 3, halaman 124. Siswa menghayati “Menyesal”.
Catatan:
Latihan dramatisasi dan latihan visi merupakan alat yang penting untuk menghidupkan pelajaran. Keindahan isi bacaan lebih cepat dapat dinikmati kalau disertai latihan visi dan dramatisasi.
Latihan visi dilakukan bila kita hendak melukiskan pengertian kata-kata, kalimat-kalimat dalam bentuk isyarat atau mirnik, perbuatan-perbuatan atau panto-mirnik. Juga dengan jalan menceritakan kembali bacaan itu dengan kalimat-kalimat/kata-kata sendiri.
Disebut latihan dramatisasi bila dan bacaan itu anak-anak melakukan suatu sandiwara pendek. Pada latihan ini dapat ikut beberapa orang anak, sedangkan pada latihan visi hanya seorang anak saja. (Apakah faedah lain dari latihan visi dan dramatisasi itu?).
3. Jalan Pelajaran Membaca Emosional
a. Guru bertanya kepada siswa apakah anak pemah merasa menyesal? Jika pemah apa sebabnya? Selanjutnya guru mulai membacakan pelajaran itu sebaiknya-baiknya, disertai dengan mirnik dan panto-mimik.
b. Kata-kata yang sukar dan ungkapan-ungkapan diterangkan oleh guru.
c. Guru menyusun latihan-latihan visi bersama dengan anak-anak, yang kemudian dibicarakan lalu dikerjakan. Bagian-bagian yang baik untuk dramatisasi juga perlu dilatihkan dan dipelajari oleh anak-anak.
d. Seorang anak atau lebih membacakan pelajaran itu sekali lagi dengan baik. Anak-anak yang lain menutup bukunya untuk menikmatinya (mendengarkan).
e. Contoh SP Pembelajaran Membaca Emosional.
4. Peringatan
Pelajaran membaca emosional cukup diberikan 2 (dua) minggusekali. Pelajaran ini paling awal diberikan di kelas III. Tetapi tiap-tiap minggu sebaiknya diadakan satu jam pelajaran membaca bebas, yang bahannya dipilih mereka sendiri untuk dinikmatinya.

l. BERCAKAP-CAKAP
Seperti telah diuraikan di muka, bercakap-cakap ialah termasuk kepada penguasaan bahasa aktif. Yang dimaksud dengan bercakap-cakap ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan.
1. Bercakap-cakap dan Bercerita
Banyak calon dan guru-guru yang kurang memahami perbedaan antara kedua istilah tersebut dalam pengajaran bahasa. Olah karena itu, kerapkali mereka kurang dapatberhasil melaksanakannya. Sesungguhnya kedua pengertian itu memang berbeda, dan digunakan untuk pengajaran yang berbeda maksud serta pelaksanaannya. Bercakap-cakap termasuk ke dalam kelompok pengajaran bahasa. Di dalam pengajaran bercakap-cakap para siswa yang aktif melakukannya, dan memang tujuannya ialah melatih anak-anak supaya dapat melahirkan perasaan dan pikirannya dengan teratur, secara lisan. Sedangkan guru dalam hal ini hanyalah memimpin dan memberi petunjuk-petunjuk seperlunya. Bercerita kecuali merupakan mata pelajaran, juga merupakan bentuk mengajar yang dapat digunakan terhadap berbagai mata pelajaran. Di SD kerap kali bercerita itu dihubungkan dengan mata pelajaran budi pekerti. Pengajaran budi pekerti di SD urnumnya dilaksanakan/merupakan pengajaran bercerita. Dalam pengajaran bercerita guru yang aktif bercerita, para siswa mendengarkan. Tujuan pengajaran bercerita tergantung kepada isi dan cara melaksanakan/menyajikan bahannya.
2. Macam Bercakap-cakap
Bercakap-cakap dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu bercakap-cakap spontan dan bercakap-cakap terpimpin.
a. Bercakap-cakap spontan
Bercakap-cakap spontan urnumnya dilakukan di kelas I SD dan biasanya dalam bahasa daerah. Untuk daerah yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, pokok percakapan harus timbul dari penghayatan para siswa sendiri. Misalnya pada suatu hari di kelas I ada seorang siswa membawa seekor burung yang baru ditangkapnya, dan ditunjukkannya kepada bapak/ibu guru. Hal itu dapat dijadikan sebagai bahan percakapan spontan di kelas itu. (Biarpun waktu itu sebenarnya bukan jam pelajaran bercakap-cakap. Mengapa?). Hal ini sangat sesuai dengan kondisi belajar yang diharapkan, yaitu bercakap-cakap spontan. Kalimat yang diucapkan siswa orisinal dan spontan.
Anak itu disuruh menceritakan di muka kelas kepada teman-temannya tentang burung yang ditangkapnya. Sesudah itu, anak-anak lain mendapat giliran menceritakan sesuatu yang pernah dialaminya. Peningkatan kemampuan bercerita diamati dan dievaluasi oleh guru. Mungkin anak kelas I hanya dapat bercerita dalam dua kalimat. Misalnya: Burung si Ali. Bulu burung berwarna.
1) Tujuannya
Adapun tujuan pengajaran bercakap-cakap antara lain:
a. Melatih siswa melahirkan isi hatinya (pikiran, perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan kalimat yang baik.
b. Memperbesar dorongan batin akan melahirkan isi hatinya.
c. Memupuk keberanian bercakap-cakap pada anak-anak.
d. Menambah perbendaharaan bahasa anak.
e. Dari sudut psikologi humanismenya adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya.
(2) Bahannya
Bahan bercakap-cakap antara lain:
a. Pokok-pokok percakapan sebaiknya yang berasal dari dunia sekitar anak-anak. Dapat juga dipilih dari dunia orang dewasa yang telah dilihat anak, atau yang telah diketahuinya. Seperti untuk anak-anak di desa membicarakan tentang: pasar, sawah, penggilingan padi, sungai, perhelatan (pemikahan, sunatan, dan sebagainya). Sedang untuk anak-anak di kota: lalu-lintas, stasiun, kantor pos, pabrik-pabrik, perayaan hari-hari besar, dan lain-lain.
b. Pokok percakapan harus bersifat individual. Umpama tentang “Ayamku”, bukan “Ayam”.
c. Usahakan supaya ada unsur emosi dalam jiwa anak yang bercakap-cakap. Di dalam jiwa anak ada “sesuatu” yang mendorong untuk berkata-kata. Oleh karena itu, carilah bahan-bahan yang aktual, pergunakan tiap-tiap kejadian yang istimewa: di sekolah, di rumah, di kota, dan sebagainya, untuk menyatakan emosi dan memupuk dorongan akan melahirkan isi hati mereka. Seperti: Kakakku Menikah, Pasar Malam, Hari Kelahiran/Ulang Tahun, Pesta Sekolah, dan lain-lain.
d. Di kelas-kelas rendah pembicaraan itu adalah suatu peristiwa yang dialaminya sendiri oleh anak-anak (lihat contoh di atas!).
Di kelas-kelas tinggi boleh juga diambil pokok dari pelajaran lain (seperti: ilmu Bumi, Sejarah, ilmu Hayat) yang telah dipercakapkan. Tetapi dalam pelajaran ini jagalah supaya tujuannya tetap pelajaran bercakap-cakap dan bukan pelajaran flmu Bumi atau flmu hayat, dan sebagainya. Biasakan siswa menuliskan inti sari dari percakapan mereka. Contoh SP Bercakap-cakap Spontan. (Kelas D cawu 1).
Bercakap-cakap spontan ini harus dibiasakan dan kelas 1. Penilaiannya melalui pengamatan. Untuk dinilai secara menyeluruh, kegiatan ini digabung dengan kegiatan menulis. Oleh karena itu, contoh SP ini dimulai di kelas H.
b. Bercakap-cakap terpimpin
(1) Tujuannya
Tujuan dari pelajaran ini adalah untuk membuat siswa berani menyatakan pendapatnya, menghilangkan rasa malu dan rasa ragu-ragu. Oleh karena itu, harus diusahakan supaya anak mengikuti dengan tertib.
(2) Cara menyampaikan pelajaran
Pelajaran ini dapat diberikan dengan cara:
a. Setelah guru menceritakan sebuah cerita yang smgkat, menurut urutan-urutan yang tertentu, anak-anak menceritakan kembali cerita itu dengan teratur pula.
b. Menceritakan deretan gambai-gambar (gambar seri) dari buku atau yang dibuat guru di papan tulis.
c. Menceritakan kembali sebuah bacaan yang sudah dibaca. Dalam hal ini perhatikan baik tidaknya isi bacaan itu diceritakan mereka.
d. Di kelas-kelas tinggi para siswa mengucapkan beberapa kalimat yang telah disusun guru di papan tulis sebagai kalimat percakapan.
e. Membicarakan hal-hal yang menarik atau berita aktual saat itu dengan cara berpasangan.
(3) Jalan pengajarannya
Pelajaran ini banyak menggunakan aspek mendengarkan. Oleh karena itu, pada bercakap-cakap terpimpin contoh yang dilakukanxileh guru harus jelas dan mendorong siswa untuk berperan dalam percakapan.
a. Menceritakan kembali suatu cerita singkat yang telah dibaca atau didengarnya.
b. Semua siswa membaca paragraf I. Guru bertanya kepada siswa apa isi paragraf 1. Apa komentar siswa, dan sebagainya.
c. Apa yang diucapkan siswa dituliskan di papan tulis. Mungkin berbeda. Beri kesempatan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
d. Kesimpulan yang disepakati bersama dituliskan di papan tulis.
e. Baca seperti bahasa percakapan.
f. Lanjutkan paragraf berikutnya, sampai selesai, sehingga merupakan ringkasan cerita yang diceritakan oleh anak.
g. Berilah kesempatan kepada siswa untuk menyusun kembali atau memperbaiki cerita singkatnya.
h. Siswa menceritakan kembali dengan bahasa percakapan.
3. Latihan-latihan Memperkaya Perbendaharaan Bahasa
Keberanian dan kemahiran siswa bercakap-cakap dipengaruhi oleh perbendaharaan bahasanya. Oleh karena itu, latihan memperkaya perbendaharaan bahasa sangat penting. Latihan-latihan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa itu dapat kita lakukan dengan jalan sebagai berikut:
(1) Yang amat penting ialah pengajaran lmgkungan (Zuakonjerwifs), yang biasanya dilakukan di kelas I, II, dan III. Seperti: mengunjungi pasar, rumah yang sedang dibangun, menual padi, waduk untuk pengairan sawah-sawah, kantor pos, stasiun kereta api, dan lain-lain.
(2) Mengajarkan nama-nama. Seperti: bermacam-macam bunyi, warna, gerakan badan, pakaian; gejala-gejala hari seperti panas, mendung/berawan, hujan, dan sebagainya.
(3) Permainan perbendaharaan bahasa. Seperti: perlombaan menulis nama-nama barang di dapur, nama buah-buahan, barang-barang di toko, mencari oleh-oleh yang dapat dibeli di suatu toko tetapi huruf awal dari benda itu harus sama. Contoh: lbu berbelanja di toko Makmur. Yang dibeli mulai dengan huruf m yaitu: minyak goreng, mi, mihun, molen, dan seterusnya.
(4) Menghapalkan sajak-sajak. Di kelas-kelas rendah: dapat diberikan sajak-sajak yang memuat banyak hal yang dilakukan oleh anak-anak, atau yang dapat dipertunjukkan sebagai percakapan. Misalnya menghapalkan syair lagu “Bertepuk Tangan” -» Berlipat-lipat tangan, bertepuk sernuanya. Bertepuk berpasangan. Alangkah senangnya berteman. Di kelas-kelas tinggi: di samping hapal sajak-sajak itu, kita perhatikan pula keindahan bentuk bahasanya. Bahan dapat diambil dari syair lagu yang telah dinyanyikan anak. Misalnya “Burung Kutilang”. Memilih sajak-sajak itu harus dengan seksama sekali. Misalnya sajak “Aku” belum tepat untuk usia SD. Pilihiah sajak yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Misalnya sajak “Kapal Udara” karya Maria Amin (Kesusasteraan Indonesia Masa Jepang. Editor H.B. Yasin, Balai Pustaka, 1928) sesuai watak siswa kelas V atau kelas VI.
(5) Memberikan latihan-latihan yang disenangi, seperti:
a. Mempergunakan kata-kata dalam kalimat-kalimat. Misalnya di kelas I dan ll baru mengucapkan kalimat: “Saya makan…. “(Lanjutannya diucapkan siswa sesuai apa yang diinginkan siswa).’ Di kelas III siswa melakukan percakapan bersambung. Siswa A berkata: “Saya sedang makan. Makan apa sekarang?” Si B meneruskan dengan: “Makan buah. Buah apa?” Dilanjutkan siswa berikutnya sampai semua mendapat giliran.
b. Membuat beberapa kalimat dan sebuah kata yang berbeda artinya. Lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 31. Dan kata bakar dapat disusun 5 kalimat yang berbeda artinya.
c. Mengisi kalimat-kalimat yang belum lengkap. Misalnya: Berjalanlah di sebelah kin supaya …
d. Mengatakan kalimat dengan cara lain. Misalnya: Saya perlu minum -> Saya haus.
e. Dan sebagainya.
Kalau kita simpulkan, maka cara-cara untuk menambah perbendaharaan bahasa ada 2 macam: a. Secara langsung, yaitu pada pelajaran:
1. Membaca Bahasa, di mana anak-anak mencatat di dalam buku catatannya pengertian-pengertian bani, sinonim atau padanan kata, lawan kata-kata, pemakaian kata dalam kalimat, dan sebagainya. Hal ini telah mulai sejak kelas 1. Contoh: Guni membuat kantong kartu seperti … dan seterusnya. Siswa menuliskan kata yang diketahuinya di kartu yang diberikanguru lapil labul pbatui dst. Siswa memasukkan dalam kantong yang sesuai. Siswa telah mempunyai buku kamus sederhana. Siswa menuliskan setiap kata-kata yang baru diketahuinya ke dalam buku itu. Kegiatan ini berlanjut dan kelas I sampai dengan kelas VI.
2. Tata Bahasa, di mana beberapa pelajaran tiap-tiap kata diberikan imbuhan untuk memberi idiom baru (lihat Lancar Berbahasa Indonesia 3, halaman 55). Dan kata-kata kecil dapat dikembangkan menjadi: kekedlan, terkedl, mengecilkan, dikecilkan, memperkecil, kecilkan.

b. Secara tidak langsung, yaitu melalui pelajaran:
1. MembacaTeknik dan Membaca Dalam Hati.
Pada saat membaca teknik, siswa menambah pengetahuan bahasa dan sudut perbedaan intonasi dapat mengubah arti kata.
2. Bercakap-cakap.
Melalui percakapan siswa memahami gaya bicara.
3. Membaca bebas dirumah.
4. Pengajaran Lingkungan atau Pengajaran Alam Sekitar di kelas I, D, dan III. Pengajaran Proyek, Pengajaran Berprograma, di kelas IV, V, dan VI.

Selasa, 08 September 2009

Siaga Bencana Sekolah

Anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan yang paling berisiko terkena dampak bencana. Kerentanan anak-anak terhadap bencana dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-risiko di sekeliling mereka, yang berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Salah satu upaya yang telah PMI lakukan untuk mengarusutamakan kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko dalam pendidikan sekolah adalah melalui mobilisasi jaringan Palang Merah Remaja (PMR) dan relawan yang tersebar di 33 provinsi. Mulai 2006 PMI telah menjalankan program Sekolah Siaga Bencana.

Minggu, 30 Agustus 2009

TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA TERKAIT
DALAM PENYELENGGARAAN RINTISAN SD-BI

Sekolah Dasar Bertaraf intemasional (SD-BI) merupakan bentuk sekolah yang memerlukan daya dukung semua pihak, dalam hal perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring. Bentuk-bentuk dukungan tersebut antara lain adalah berupa pembinaan melalui pemberian bantuan tenaga, fasilitas, dana, dan manajemen. Beberapa lembaga terkait langsung yang memiliki tugas dan fungsi terhadap kelangsungan Rintisan SD-BI adalah sebagai berikut:

A. Komite Sekolah
Tugas dan fungsi Komite Sekolah pada dasamya adalah sama dengan yang digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam penyelenggaraan Rintisan SD-BI ini adalah:
1. Memberikan arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan Rintisan SD-BI bagi sekolahnya;
2. Memberikan bantuan baik bersifat finansial maupun lainnya;
3. Merupakan penghubung antara masyarakat orang tau anak dengan sekolah dalam hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa;
4. Membantu dalam hal monitoring terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan Rintisan SD-BI

B. Dinas Pendidikan Kab /Kota
Tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Rintisan SD-BI di daerahnya adalah:
1. Memberikan pembinaan dalam hal perencanaan penyelenggaraan RINTISAN SDBI, khsususnya dalam hal pemenuhan aspek-aspek yang termasuk dalam input sekolah;
2. Membenkan pembinaan dalam pelaksanaan Rintisan SD-BI, khususnya dalam hal proses pembelajaran dan manajemen sekolah;
3. Melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil Rintisan SD-BI;
4 Memberikan bantuan dana setiap tahun secara rutin yang dianggarkan melalui APBD daerah kepada SD-BI di daerah masing-masing;
5. Melaksanakan pembinanaan terhadap sekolah SD-SN yang telah memasuki tahun ketiga untuk dipersiapkan menjadi Rintisan SD-BI di daerah masing-masing;
6. Memfasilitasi terwujudnya jalinan kerjasama antara SD-BI dengan sekolah lain baik di dalam maupun di luar negeri.

C. Dinas Pendidikan Propinsi
Tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Propinsi dalam penyelenggaraan Rintisan SD-BI di daerahnya adalah:
1. Memberikan pembinaan dalam hal perencanaan penyelenggaraan Rintisan SD-BI, khususnya dalam hal pemenuhan aspek-aspek yang termasuk dalam input sekolah yang ada di setiap kabupaten/kota;
2. Melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil Rintisan SD-BI pada masing-masing daerah Kabupaten/Kota;
3. Memberikan bantuan dana setiap tahun secara rutin yang dianggarkan melalui APBD daerah kepada semua sekolah pelaksana Rintisan SD-BI di setiap Kabupaten/Kota;
4. Melaksanakan pembinaan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota terhadap sekolah SD-SN yang telah memasuki tahun ketiga untuk dipersiapkan menjadi Rintisan SD-BI;
5. Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota memfasilitasi terwujudnya jalinan kerjasama Rintisan SD-BI dengan sekolah lain baik di dalam maupun di luar negeri.

D. Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar ( TK/SD )
Tugas dan fungsi Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar (TK/SD) dalam penyelenggaraan Rintisan SD-BI adalah:
1 Memberikan pembinaan dalam hal perencanaan penyelenggaraan Rintisan SD-BI khususnya dalam hal pemenuhan aspek-aspek yang termasuk dalam input sekolah bagi sekolah yang ditetapkan sebagai Rintisan SD-BI;
2. Melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi terhadap peiaksanaan dan hasil-hasil Rintisan SD-BI pada sekolah-sekolah yang ditetapkan sebagai Rintisan SD-BI pada setiap tahunnya sebagai dasar pembinaan;
3. Memberikan bantuan dana dan fasilitas pembelajaran setiap tahunnya kepada semua sekolah sebagai Rintisan SD-BI dalam jangka waktu tertentu;
4 Melaksanakan pembinanaan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi dan Kabupaten/Kota terhadap SD-SN yang dipersiapkan menjadi Rintisan SD-BI;
5. Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi dan Kabupaten/Kota memfasilitasi terwujudnya jalinan kerjasama antara SD-BI dengan sekolah lain baik di dalam maupun di luar negeri;
6. Memberikan motivasi kepada berbagai fihak untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Rintisan SD-BI di setiap daerah melalui berbagai strategi seperti sosialisasi, media cetak dan elektronik.
BAB IV.
PENGEMBANGAN SD- BI

A. Tahap Rintisan
1. Standar Isi dan Kompetensi Lulusan
a. Standar Isi
Pada tahap ini, sekolah didampingi o!eh tenaga dari lembaga terkait dan relevan untuk melakukan persiapan pengembangan KTSP dalam bahasa Inggris dan melakukan adopsi dan adaptasi dengan kurikulum sekolah yang mempunyai reputasi internasional di negara maju sesuai dengan kondisi dan kesiapan sekolah. Persiapan tersebut diantaranya adalah melakukan suatu pemetaan terhadap isi kurikulum yang ada pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ada pada kurikulum sekolah yang mempunyai reputasi internasional di negara maju. Hasil pemetaan kemudian dioperasionalkan dalam KTSP (termasuk silabus, RPP, bahan ajar), perangkat pembelajaran, dan perangkat pendukung lainnya.

Terdapat dua alternatif dalam pengembangan KTSP. Pertama adalah mengembangkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan indikator dari mata pelajaran. Kedua adalah mengembangkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dari SKL tambahan, untuk dijadikan mata pelajaran tertentu. Cakupan dan kedalaman SK dan KD tersebut disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Idealnya, sekolah mampu mengembangkan SK, KD, dan SKL sesuai dengan standar yang berlaku di sekolah bertaraf internasional. Hasil pengembangan dikembangkan menjadi silabus dan RPP.

Program Rintisan SD- BI menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem SKS. Dengan demikian seorang peserta didik program Rintisan SD- BI dinyatakan tamat dan lulus dari sekolah tersebut setelah menempuh SKS dengan jumlah tertentu yang sudah ditetapkan.
Beban pembelajaran dilakukan dalam bentuk tatap muka di kelas, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat menambah jumlah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan untuk diarahkan ke arah ciri internasional berdasarkan hasil pemetaan yang sudah dilakukan. Misalnya penambahan jumlah jam pelajaran untuk mata pelajaran Matematika, IPA dan bahasa Inggris.
Rintisan SD-BI perlu menyusun kalender pendidikan yang meliputi permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, jadwal ujian, dan hari libur. Kalender pendidikan juga memperhatikan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Keputusan Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau keputusan organisasi penyelenggara pendidikan dalam menetapkan hari libur khusus.

b. Standar Kompetensi Lulusan
Pada tahap awal Standar Kompetensi Lulusan (SKL) minimal program Rintisan SD- BI yang harus dicapai adalah SKL yang tertuang dalam Permendiknas No 23 tahun 2006. Selanjutnya , secara bertahap komponen SKL yang telah ada dikembangkan dengan cara mengadaptasi dan mengadopsi atau menambahkan SKL yang mencerminkan ciri standar internasional. Untuk itu Rintisan SD- BI perlu menetapkan target-target yang harus dicapai pada setiap tahunnya selama proses persiapan sampai menuju taraf internasional.

2. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar pada program Rintisan SD- BI harus mampu menghasilkan lulusan yang berkepribadian Indonesia dan memiliki kemampuan bertaraf internasional.
Lulusan SD-BI mampu menunjukkan kesadaran hidup yang tinggi, bersikap dan berperilaku hidup yang positif, mampu berpikir logis, kritis, analitis dan kreatif, serta mampu memecahkan masalah secara inovatif.
Untuk menghasilkan lulusan seperti tersebut di atas, pengembangan proses belajar mengajar pada program Rintisan SD BI dapat berpedoman pada lima prinsip proses belajar mengajar yaitu interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,dan memotivasi. Peserta didik dituntut untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis. Ke lima prinsip tersebut dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar yang bercirikan internasional.
Proses belajar mengajar pada program Rintisan SD- BI harus mampu membekali siswa dengan keterampilan:
a. Mengorganisasi belajar antara lain peserta didik mampu mengelola waktu dengan baik, menggunakan buku agenda, locker .
b. Berkolaborasi antara lain berperan dan bertanggung jawab dalam kerja kelompok
c. Berkomunikasi antara lain kemampuan mengkomunikasikan data atau diagram yang diberikan, melakukan presentasi.
d. Menerapkan metode ilmiah, misalnya merumuskan masalah, menyusun hipotesa, menyusun desain percobaan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data, melakukan analisis data, dan menarik kesimpulan.
e. Melakukan evaluasi diri maupun kelompok terhadap kegiatan/ tugas/ proyek yang dilakukan.
Di samping itu, proses belajar mengajar pada program Rintisan SD- BI juga harus mampu membekali peserta didik tentang (1) kesadaran terhadap peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat dan (2) tanggap terhadap masalah pribadi, sosial, dan global.

3. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia (SDM) pelaksana program Rintisan SD- BI terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik terdiri dari guru pembina mata pelajaran termasuk guru Bimbingan dan Penyuluhan. Pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik yang ditunjukkan dengan ijazah/sertfikat, dan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Tenaga kependidikan di Rintisan SD-BI meliputi Kepala Sekolah, Pustakawan, Laboran, Teknisi (komputer, ICT dan laboratorium Bahasa), serta Tenaga Administrasi/Tata Usaha sekolah.

Kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pelaksana program Rintisan SD-BI harus memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang bertaraf internasional.

4. Sarana dan Prasarana Sekolah
Sarana dan prasarana merupakan fasilitas pendukung yang harus dimiliki untuk pencapaian target yang telah ditetapkan dalam SD- BI . Penentuan kebutuhan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana didasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan analisis SWOT. Untuk mencapai target sarana dan prasarana SD-BI dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan sekolah.

5. Biaya
Program Rintisan SD-BI memerlukan input dan proses yang memadai untuk mencapai output yang bertaraf internasional, serta outcome yang berkualitas. Biaya yang memadai sangat diperlukan untuk mengembangkan dan mengelola input yang sesuai kualitas yang diinginkan sekolah, baik kurikulum, guru, sarana, prasarana, maupun fasilitas pendukung lainnya. Alokasi biaya yang cukup juga diperlukan untuk mendukung terselenggaranya proses pembelajaran program Rintisan SD-BI yang kreatif, inovatif, dan eksperimentatif.
Ketersediaan biaya dalam penyelenggaraan SD-BI perlu diusahakan dengan melibatkan (a) pemerintah pusat; (b) pemerintah provinsi; (c) pemerintah kabupaten/kota, (d) masyarakat.

Pembiayaan program Rintisan SD-BI diperlukan subsidi dari pemerintah, dan pemerintah daerah, dengan penerapan sistem block grant. Oleh karena itu penyelenggara program Rintisan SD-BI harus menyiapkan komponen-komponen berikut:
a. Profil sekolah secara lengkap, akurat, dan faktual, serta mutakhir.
b. Rencana strategis yang terukur.
c. Rencana operasional tahunan (action plan)
d. Sistem manajemen dan keuangan dengan menerapkan asas akuntabel, dan transparan.
e. Sistem pengawasan, dan pelaporan menggunakan mekanisme yang efisien dan efektif,

Penggunaan biaya dapat diatur sebagai berikut:
a. Biaya dari pemerintah digunakan untuk pembenahan dan inovasi proses, perangkat pembelajaran, peningkatan mutu SDM, peningkatan sarana prasarana pendidikan.
b. Biaya dari pemerintah propinsi digunakan untuk perawatan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung pembelajaran.
c. Biaya dari pemerintah kabupaten/kota digunakan untuk biaya investasi (sarana dan prasarana).
d. Biaya dari masyarakat digunakan untuk peningkatan kualifikasi dan kualitas para guru dan tenaga kependidikan
e. Biaya dari instansi terkait atau sumber lain untuk peningkatan mutu SDM, pembenahan proses belajar mengajar (PBM), investasi, dan pembenahan lingkungan sekolah.

6. Pengelolaan
Secara umum pengelolaan merupakan suatu proses peningkatan unjuk kinerja secara bertahap dan berkesinambungan, serta berdasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang menuju kepada pengakuan internasional, yaitu dengan diraihnya sertifikat bermutu internasional. Pengelolaan program Rintisan SD-BI didasarkan pada sebuah perencanaan yang integral sebagai implementasi dari hasil analisis SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities, and threats) yang dilakukan oleh sekolah bersangkutan. Oleh karena itu pengelolaan program Rintisan SD- BI didasarkan pada komponen indikator input, proses, dan output sebagai berikut:
a. Indikator input antara lain program pengembangan sekolah, kurikulum, SDM, kapasitas dan kualitas siswa, dana, sarana dan prasarana belajar, legislasi dan regulasi, data dan informasi, organisasi dan administrasi, serta kultur sekolah.
b. Indikator proses antara lain: variasi penerapan model pembelajaran, variasi penerapan media pembelajaran, efektivitas pembelajaran, mutu pembelajaran, keaktifan siswa dalam pembelajaran, inovasi dan kreativitas pembelajaran, serta penerapan ICT dalam pembelajaran.
c. Indikator output antara lain prestasi belajar yang bersifat akademik dan non-akademik.

Akhir dari tahap Rintisan, perlu dilakukan evaluasi terhadap indikator yang telah dicapai. Hasil evaluasi ada tiga kemungkinan yang harus ditetapkan, yaitu: (1) program Rintisan tidak mencapai target dan sekolah ditetapkan masih berkategori mandiri atau sekolah standar nasional, (2) program Rintisan masih memerlukan tambahan waktu. dan (3) program Rintisan sudah mencapai hasil sesuai dengan RKS yang telah disahkan.

Pada tahap ini pengelolaan program Rintisan SD-BI sekurang-kurangnya dapat mencapai indikator-indikator berikut ini.
a. SD terakreditasi secara nasional dengan kategori 'A' dan sertifikat akreditasi masih berlaku sekurang-kurangnya sampai tahun ke empat.
b. Melaksanakan kuriklum sesuai dengan permen mendiknas no. 22 dan no. 23 tahun 2006 dan telah menerapkan KTSP yang dikembangkan sesuai kurikulum internasional.
c. Jumlah guru yang berkualifikasi S-1 sudah 100 %
d. Tersedia sekurang-kurangnya 75 % tenaga pengajar yang mampu mengajar mata pelajaran dengan bilingual.
e. Memiliki pilihan sekurang-kurangnya satu sekolah mitra dari dalam maupun luar negeri yang memiliki reputasi internasional.
f. Memiliki siswa berpotensi melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
g. Tersedia sarana dan prasarana yang mampu memenuhi rasio jumlah rombongan belajar dan jumlah siswa maksimal 1 : 28
h. Tersedia buku referensi/sumber dengan rasio jumlah buku dan jumlah siswa sekurang-kurangnya 1 :10.
i. Memiliki rencana kerja sekolah (RKS) lima tahunan, dan rencana operasional satu tahunan.
J. Tersedia minimal 3 kelas yang dilengkapi dengan sarana multimedia.
k. Tersedia laboratorium IPA, Laboratorium Komputer, dan Laboratorium Bahasa yang dilengkapi dengan peralatan dan bahan habis pakai yang memadai.
l. Memiliki sistem administrasi keuangan yang transparan.
m. Mempunyai fasilitas komunikasi telepon, faximile, dan internet.

Berdasarkan indikator di atas, pengelolaan Rintisan SD Bl lebih difokuskan pada aspek-aspek berikut.
a. Menyusun struktur organisasi sekolah yang fisibel dan efisien dalam mekanisme pelaksanaannya.
b. Menyusun profil sekolah yang didukung dengan dokumentasi yang valid dan mudah diakses.
c. Menyusun panduan tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk setiap warga sekolah.
d. Menyusun panduan penggunaan setiap fasilitas peralatan.
e. Menyusun sistem dokurnentasi yang efektif
f. Menyusun rencana strategis jangka pendek, menengah dan panjang.
g. Menyusun rencana opersional tahunan yang rnerupakan penjabaran dari rencana strategis.
h. Menerapkan sistem administrasi dan keuangan yang efisien, dan efektif.
i. Menyusun panduan kerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan kualitas sekolah.
j. Menerapkan sistem pengambilan keputusan yang tidak sentralistik.
k. Menyusun rencana kerja pendampingan yang terukur.
l. Menyusun sistem monitoring dan evaluasi yang baik.
m. Menyusun sistem rekrutmen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang bermutu.
n. Menerapkan sistem pengawasan internal yang baik.
o. Menyusun sistem pelaporan yang berkesinambungan.
7. Lingkungan dan Kultur Sekolah
Aspek lingkungan sekolah yang meliputi peningkatan pelaksanaan kebersihan, kerapihan, keamanan, keindahan, kerindangan, dan ketertiban harus menjadi kultur sekolah untuk mengarahkan dan menumbuhkan kedisiplinan anak. Di samping itu lingkungan sekolah harus bebas asap rokok, bebas narkoba, bebas kekerasan (bullying), bebas pornografi.
Aspek kebersihan mencakup semua lingkungan sekolah, baik dalam dan luar ruangan. Sarana pendukung aspek kebersihan yang harus dipenuhi, antara lain (1) tempat sampah dalam jumlah yang memadai, (2) air yang mengalir lancar, khususnya untuk tempat ibadah, kamar mandi, WC, kantin sekolah, dan laboratorium IPA.
Aspek kerapihan mencakup semua peralatan dan perlengkapan fasilitas sekolah, pakaian seragam siswa dan pakaian warga sekolah lainnya.
Aspek keamanan menyangkut ketersediaan pagar sekolah serta petugas keamanan yang memadai termasuk pos penjagaan. Ketersediaan aspek keamanan tersebut diharapkan dapat menangkal tindak kejahatan, seperti pencurian dan/atau gangguan lain yang dapat mengganggu proses pembelajaran.
Aspek keindahan meliputi komponen luar maupun dalam gedung, jenis tanaman hias, warna cat gedung yang serasi dan tidak pudar, hiasan dinding, tulisan visi misi serta papan peringatan maupun tulisan motivasional yang terpasang serasi.
Aspek kerindangan mencakup ketersediaan pepohonan pelindung yang rindang serta tempat duduk di bawah dan/atau sekitar pepohonan tersebut dalam jumlah yang memadai.
Aspek Bebas Asap Rokok, Bebas Narkoba, Bebas Kekerasan (Bullying) dan Bebas Pornografi, perlu dibuat papan peringatan serta penegakan aturan termasuk sanksi dan hukuman bagi mereka yang melanggarnya.
Selain aspek di atas perlu juga diperhatikan aspek disiplin mencakup peraturan sekolah tentang waktu belajar, yaitu peraturan jam masuk dan keluar sekolah serta peraturan administrasi lainnya seperti pembayaran uang sekolah dan lain-lain. Begitu juga mengenai aspek budaya baca menyangkut kebiasaan membaca bagi seluruh warga sekolah yang ditandai dengan adanya ruang perpustakaan yang kondusif, forum diskusi bedah buku atau penugasan kepada siswa untuk meringkas isi buku-buku yang dibaca.

B. Tahap Konsolidasi ( 2 Tahun)
1. Kurikulum dan Bahan Ajar
Pada tahap ini, sekolah melaksanakan dan meningkatkan kualitas hasil yang sudah dikembangkan pada tahap Rintisan. Oleh karena itu dalam tahap ini perlu dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan kegiatan untuk keperluan penyempurnaan. Selain itu juga dilakukan realisasi program kemitraan dengan sekolah mitra dalam dan luar negeri serta lembaga sertifikasi pendidikan internasional.

2. Proses Belajar Mengajar
Pada awal tahap konsolidasi sekolah penyelenggara SD-BI telah memperoleh bekal yang cukup untuk menyelenggarakan proses pembelajaran bertaraf internasional, sesuai dengan program yang telah disiapkan pada tahap Rintisan.
Tahap konsolidasi memberi kewenangan kepada sekolah penyelenggara untuk meiaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan yang telah dimodelkan, disimulasikan, dan diimplementasikan serta didiskusikan dan dievaluasi bersama tenaga pendamping yang telah memberikan kegiatan in-house training (IHT). Tenaga pendamping IHT pada tahap konsolidasi akan difungsikan sebagai tenaga profesional yang akan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap proses belajar mengajar. Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan penyempurnaan/perbaikan proses belajar mengajar berikutnya. Kegiatan menyempurnakan/ memperbaiki proses belajar mengajar bersifat supervisi klinis untuk memberikan bimbingan/bantuan dan arahan secara langsung terhadap pemecahan masalah/kendala/hambatan. Dengan supervisi ini, diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kegiatan supervisi klinis dilaksanakan secara komprehensif dan integratif, dengan melibatkan guru dalam proses belajar mengajar bilingual, yaitu guru mata pelajaran.
Prinsip-prinsip dalam menjalankan supervisi, yaitu:
a. Bimbingan kepada guru bilingual bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
b. Hubungan supervisor dengan guru bersifat kolegial dan interaktif.
c. Supervisi bersifat demokratis; kedua belah pihak mengemukakan pendapat secara bebas tetapi keduanya berkewajiban mengkaji pendapat pihak lain untuk mencapai kesepakatan.
d. Supervisi berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan terbuka.
e. Dalam pelaksanaan supervisi, semua pihak harus mengutamakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
f. Umpan balik diberikan dengan segera dan objektif.
g. Umpan balik harus bermanfaat untuk peningkatan proses pembelajaran bilingual bertaraf internasional serta memberi jalan keluar.

3. Penilaian
a. Penilaian Hasil Belajar Siswa
Penilaian dilakukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dan telah memasukkan model-model penilaian yang dilakukan di sekolah Internasional. Model penilaian seperti ini dilakukan pada akhir semester, sementara ulangan harian tidak harus mengikuti model sekolah internasional (bersifat optional).
b. Penilaian Program
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan pada tahap pemberdayaan dengan proses dan hasil yang dicapai. Kegiatan penilaian ini meliputi pemantauan (monitoring) dan evaluasi.


4. Sumber Daya Manusia ( SDM )
Pada tahap ini dilakukan pemberdayaan SDM yang meliputi kegiatan:
a. Mengadakan refleksi terhadap hasil kegiatan pada tahap Rintisan/ pendampingan.
b. Menyusun program pemberdayaan SDM dengan melibatkan lembaga/ tenaga profesional independen dan atau instansi terkait sesuai bidangnya dari dalam negeri maupun luar negeri.
c. Memberikan tugas mandiri kepada pelaksana program SD-BI dengan intensitas tugas dan porsi yang lebih besar dibandingkan pada tahap Rintisan, di bawah bimbingan dari tenaga/lembaga profesional independen dan atau instansi terkait sesuai dengan bidangnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
d. Melakukan uji kompetensi, sertifikasi, yang diselenggarakan oleh lembaga uji/sertifikasi bertaraf internasional, baik di dalam maupun luar negeri.
e. Melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring terhadap pencapaian kompetensi SDM secara ketat dan berkelanjutan.

5. Sarana Prasarana
Pada tahap ini dilakukan pemberdayaan sarana dan prasarana yang telah ada atau telah terpenuhi pada tahap Rintisan. Optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana harus didukung dengan tertib dokumentasi dan tertib administrasi. Untuk meningkatkan fungsi dan usia teknis, sarana prasarana yang ada harus dirawat secara baik dan teratur agar selalu dalam kondisi siap pakai.

6. Pembiayaan
Pembiayaan program SD-BI masih menekankan pada subsidi dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, dengan penerapan sistem block grant. Oleh karena itu penyelenggara program SD-BI masih harus menyiapkan komponen berikut:
a. Profil sekolah secara lengkap, akurat, dan faktual, serta mutakhir.
b. Rencana kerja sekolah yang terukur pencapaian indikatornya.
c. Rencana operasional tahunan dan action plan yang signifikan
d. Sistem administrasi keuangan dengan menerapkan asas akuntabel dan transparan.
e. Pengawasan dan pelaporan menggunakan mekanisme yang efisien dan efektif.
f. Laporan tahunan pada tahap Rintisan.

Penggunaan biaya dapat diatur sebagai berikut:
a. Biaya dari pemerintah pusat digunakan untuk pembenahan dan inovasi proses, pembenahan perangkat pembelajaran dan sarana prasarana lainnya.
b. Biaya dari pemerintah provinsi digunakan untuk perawatan sarana prasarana, dan fasilitas pendukung pembelajaran.
c. Biaya dari pemerintah kabupaten/kota digunakan untuk biaya investasi.
d. Biaya dari masyarakat digunakan untuk peningkatan kualifikasi dan kualitas guru dan tenaga kependidikan.
e. Biaya dari instansi terkait dapat digunakan untuk investasi dan pembenahan lingkungan sekolah, maupun subsidi bagi peserta didik yang kurang mampu.
f. Bantuan dari sekolah mitra dapat berupa pemutakhiran kurikulum maupun program- program pertukaran, baik peserta didik maupun guru.

7. Pengelolaan
Pada tahap ini pengelolaan program konsolidasi SD- BI sekurang-kurangnya dapat mempertahankan pencapaian indikator-indikator pada tahap Rintisan dan mulai terjalin kerjasama yang aktif dengan sekolah mitra di negara maju dan lembaga sertifikasi pendidikan bertaraf internasional. Oleh karena itu pengelolaan program konsolidasi SD- BI lebih difokuskan pada aspek-aspek berikut.
a. Mempunyai struktur organisasi sekolah yang fisibel dan efisien dalam mekanisme pelaksanaannya.
b. Mempunyai profil sekolah yang didukung dengan dokumentasi yang valid dan mudah diakses.
c. Mempunyai panduan tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk setiap warga sekolah.
d. Mempunyai panduan penggunaan fasilitas peralatan.
e. Mempunyai sistem dokumentasi yang baik dan dapat merekam setiap fasilitas sekolah.
f. Memiliki rencana strategis lima tahunan
g. Memiliki rencana operasional tahunan yang merupakan penjabaran dari rencana strategis dengan indikator pencapaian yang terukur.
h. Menerapkan sistem administrasi dan keuangan yang efisien dan efektif
i. Mempunyai panduan kerjasama yang mampu meningkatkan kualitas sekolah.
j. Menerapkan sistem pengambilan keputusan yang tidak sentralistik.
k. Mempunyai rencana kerja pendampingan yang terukur.
I. Mempunyai sistem monitoring dan evaluasi yang baik.
m. Mempunyai sistem rekrutmen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang bermutu.
n. Menerapkan sistem pengawasan internal yang baik.
o. Mempunyai sistem pelaporan yang berkesinambungan.
p. Mempunyai mekanisme pencarian dana yang baik.
q. Mempunyai sistem rekrutmen siswa yang berkualitas.
r. Mempuyai lingkungan sekolah yang menyenangkan.
s. Mempunyai sistem pembelajaran yang berstandar internasional
8. Kesiswaan
Pada tahap ini diharapkan pembinaan siswa sudah muiai mendekati profil siswa SD-BI.
Pembinaan siswa meliputi seluruh aspek yaitu olah pikir, olah rasa, olah hati, dan olah fisik yang dikembangkan melalui kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler.

9. Lingkungan dan Kultur Sekolah
Kultur sekolah sudah terbangun dan tertata menuju standar SD-BI yang meliputi (1) elemen kebersihan sebagai berikut: kebersihan WC, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, kantin, dan halaman sekolah. (2) elemen kerapihan meliputi: ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, kantin, halaman sekolah, ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang guru serta pakaian warga sekolah. (3) elemen keamanan meliputi: ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, kantin, halaman sekolah, ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang guru serta pakaian warga sekolah. (4) elemen keindahan meliputi: gedung, taman, dan ruang. (5) elemen kerindangan meliputi: pohon pelindung dan tempat duduk yang memadai. (6) elemen ketertiban meliputi siswa, guru, dan seluruh warga sekolah lainnya ; (7) elemen kekeluargaan meliputi hubungan yang harmonis antar warga sekolah, menghargai dan memberdayakan sesuai dengan tugas dan fungsi maing-masing. (6) elemen bebas asap rokok dan narkoba meliputi: tersedianya papan peringatan dan diterapkannya sanksi. (7) elemen disiplin meliputi disiplin waktu belajar dan tata tertib sekolah. (Cool elemen kebiasaan membaca sudah membudaya.

C. Tahap Kemandirian (mulai tahun ke 6)
1. Kurikulum dan Bahan Ajar
Pada tahap kemandirian, sekolah dapat secara mandiri melaksanakan kurikulum dan bahan ajar program SD-BI yang dikembangkan sejak pada tahap Rintisan dan konsolidasi.

2. Proses Pembelajaran
Sekolah sudah mulai mandiri menjadi SD-BI . Dengan berbekal pada hasil tahap Rintisan dan tahap konsolidasi yang telah dilalui, diharapkan sekolah mampu mengembangkan pembelajaran bilingual sepenuhnya, dengan memperhatikan kelima prinsip pembelajaran yaitu interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi.

3. Penilaian
Penilaian pada tahap ini masih tetap mencakup dua tujuan utama: (a) penilaian hasil belajar siswa dan (b) penilaian program. Kedua jenis penilaian ini berfungsi sebagai strategi pengumpulan data dalam rangka pemantauan dan pengambilan keputusan baik yang berhubungan dengan siswa maupun pelaksanaan program.

a. Penilaian Hasil Belajar Siswa
Pada tahap kemandirian Penilaian sudah menggunakan Bahasa Inggris secara penuh dengan materi sesuai KTSP yang sudah dikembangkan. Penilaian dilaksanakan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen yang mengacu kepada standar internasional, misalnya Cambridge dan Victoria, yang digunakan baik pada ujian harian maupun ujian akhir. Pengembangan instrumen dapat dilakukan sendiri, dengan mengadaptasi dan mengadopsi dari sekolah bertaraf internasional lainnya atau menggunakan secara langsung instrumen dari sekolah yang diacu sebagai mitra, atau menggunakan tes yang berstandar internasional.
Untuk penilaian hasil belajar tahap akhir, Siswa harus mengikuti Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional (UASBN) dan uji sertifikasi internasional (sesuai kurikulum yang diikuti).

b. Penilaian Program
Penilaian program merupakan bagian integral dalam pengembangan program SD- BI . Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dengan proses dan hasil yang dicapai. Kegiatan penilaian ini meliputi kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi.
Kegiatan monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh pihak eksternal seperti Depdiknas, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Lembaga Sertifikasi Pendidikan Internasional.
Dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi perlu mengacu pada hal-hal berikut:
1). Pemantauan ditujukan untuk memberikan peringatan dini apabila terjadi penyimpangan terhadap input dan proses penyelenggaraan program SD- BI .
2). Penilaian ditujukan untuk mengetahui kesesuaian hasil nyata program SD- BI dengan hasil yang diharapkan.
3). Instrumen penilaian yang digunakan bervariasi sesuai dengan aspek program yang akan diukur. Penilaian program juga dapat mengacu pada hasil pengukuran pencapaian hasil belajar dan kepribadian siswa. Hasil penilaian ini dapat digunakan untuk mengukur dan memantau profil siswa, juga sebagai bahan refleksi untuk perbaikan proses belajar mengajar.
4). Penilaian program ini harus memperhatikan prinsip sekolah sebagai suatu sistem yang mencakup aspek input, proses, dan output.

4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

a. Pendidik/Guru

Standar kualifikasi akademik dan kompetensinya sebagai berikut :

1) Memiliki kualifikasi akademik keguruan minimal S-1
2) Memiliki latar belakang keilmuan sesuai dengan mata pelajaran yang diemban.
3) Memiliki sertifikat profesi pendidik sesuai jenjang satuan pendidikan tempat tugasnya (nasional dan internasional).
4) Memiliki kesanggupan untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan.
5) Memiliki kinerja tinggi baik secara individu maupun dalam kelompok.
6) Mampu menggunakan media /surnber belajar berbasis lCT dalam PBM.
7) Mampu melaksanakan PBM dalam Bahasa Inggris secara efektif (TOEFL ≥ 450)

b. Tenaga Kependidikan

Standar kualifikasi akademik dan kompetensinya sebagai berikut :

1). Kepala Sekolah
a). Memiliki kualifikasi akademik keguruan minimal S-2.
b). Memiliki sertifikat sebagai kepala sekolah.
c). Memiliki kemampuan manajemen berbasis sekolah.
d). Memiliki jiwa kepemimpinan visioner dan situasional.
e). Memiliki jiwa kewirausahaan.
f). Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara efektif (TOEFL ≥ 500)
g). Mampu menggunakan ICT
h). Memiliki pengalaman kerja sebagai kepala sekolah minimal lima tahun.

2). Pustakawan
a). Memiliki kualifikasi akademik minimal D-3Perpustakaan
b). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
c). Mampu mengembangkan profesi sebagai pustakawan secara berkelanjutan.
d). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

3). Laboran IPA
a). Memiliki kualifikasi akademik minimal SMA
b). Bidang keilmuan: IPA.
c). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi laboran.
d). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
e). Mampu mengembangkan profesi sebagai laboran.
f). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

4). Teknisi Laboratorium komputer, dan Bahasa
a). Memiliki kualifikasi akademik minimal D-3 teknik elektronika.
b). Memiliki kompetensi sebagai pelaksana tugas dan fungsi teknisi laboratorium
c). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
d). Mampu mengembangkan profesi sebagai teknisi laboratorium.
e). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

5). Teknisi ICT
a). Memiliki kualifikasi akademik minimal D-3, komputer/teknik informatika
b). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi tenaga teknisi komputer (hard ware dan soft ware).
c). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
d). Mampu mengembangkan profesi sebagai teknisi laboratorium komputer.
e). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

6). Tata Usaha
a). Kepaia Tata Usaha
(1). Memiliki kualifikasi akademik minimal S-1 Administrasi Pendidikan.
(2). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi kepaia Tata Usaha.
(3). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
(4). Mampu mengembangkan profesi sebagai tenaga administrasi.
(5). Mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris secara efektif.
(6). Mampu menggunakan ICT dalam pelaksanaan tugasnya,

b). Tenaga Administrasi Keuangan dan Akuntansi
(1). Memiliki kuaiifikasi akademik minimal D-3 Akutansi
(2). Memilki kemampuan mengoperasikan komputer
(3). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi tenaga administrasi keuangan dan akuntansi.
(4). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
(5). Mampu mengembangkan profesi sebagai tenaga administrasi keuangan dan akuntansi
(6). Mampu borkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

c). Tenaga Administrasi Kepegawaian
(1). Memiliki kualifikasi akademik minimal D-3 Manajemen (SDM)
(2). Memilki kemampuan mengoperasikan komputer
(3). Memiiiki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi tenaga administrasi kepegawaian.
(4). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
(5). Mampu mengembangkan profesi sebagai tenaga administrasi kepegawaian
(6). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa inggris secara efektif.

d). Tenaga Administrasi Akademik
(1). Memiliki kualifikasi akademik minimal D2 Administrasi
(2). Memiliki kemampuan untuk mengoperasikan komputer.
(3). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi tenaga administrasi akademik.
(4). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
(5). Mampu mengembangkan profesi sebagai tenaga administrasi akademik
(6). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

f). Tenaga Administrasi Kesekretariatan
(1). Memiliki kualifikasi akademik minimal SLA bidang administrasi perkantoran
(2). Memiliki kemampuan untuk mengoperasikan komputer.
(3). Memiliki kompetensi utama sebagai pelaksana tugas dan fungsi tenaga administrasi kesekretariatan.
(4). Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
(5). Mampu mengembangkan profesi sebagai tenaga administrasi kesekretariatan
(6). Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara efektif.

5 . Sarana dan Prasarana
Setiap Sekolah Dasar Bertaraf Internasional berkewajiban memiliki dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja dalam memenuhi Standar Sarana dan Prasarana.

Pada tahap kemandirian SD-BI harus sudah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap serta mampu mendayagunakan secara optimal. Berikut ini adalah sarana dan prasarana yang seharusnya sudah dimiliki SD-BI
a. Tanah dengan luas minimal 7.000 m2
b. Ruang kelas dengan luas minimal 56 m2, kapasitas 28 orang siswa yang dilengkapi satu set peraltan ICT (1 set PC/laptop, 1 buah LCD, 1 buah Screen projector)
c. Perpustakaan
Memiliki ruang baca yang cukup memadai, minimal mampu menampung 5% dari jumlah seluruh siswa di sekolah; memiliki koleksi yang meliputi buku teks pelajaran dalam bentuk cetak atau digital dengan rasio 1 : 1 (1 buku untuk 1 siswa); buku referensi minmal 20 judul; buku bacaan fiksi dan nonfiksi minimal 850 judul ( 40 % fiksi dan 60 % nonfiksi); jurnal, majalah yang terpilih secara periodik minimal 2 buah. Selain itu tersedia sistem katalog yang berbasis komputer dan bertaraf internasional; memiliki komputer untuk perpustakaan, termasuk untuk multimedia minimal 5 buah, dan tersedia akses internet.
d. Laboratorium IPA , Bahasa, dan IPS.
Sekolah harus memiliki 1 unit Lab.IPA , 1 unit Lab. Bahasa dan 1 unit Lab. IPS. Setiap laboratorium harus dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pembelajaran praktik/ praktikum.
e. Laboratorium komputer
Memiliki ukuran minimal sama dengan ruang kelas, dan ber AC. Jumlah komputer minimal sesuai dengan jumlah siswa ( maks. 28 siswa / rombongan belajar), dilengkapi software yang selalu di update. Memiliki teknisi komputer untuk membantu pelaksanaan pembelajaran dan perawatan, serta memiliki sistem penjaminan keselamatan kerja dalam lab. Komputer.
f. Ruang penunjang lainnya seperti ruang kesenian, ruang multimedia, ruang keterampilan teknik/wokshop, ruang keterampilan/PKK, ruang UKS, dan fasilitas olahraga yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan sesuai anak SD.
g. Kantin
Memiliki satu unit kantin yang dilengkapi dengan mebeler yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan dapat menampung siswa/pejajan secara memadai. Lingkungan yang sehat dan bersih, dengan menu makanan yang bergizi, segar, dan harga terjangkau.
h. Auditorium/Serbaguna
Tersedia ruang untuk pertemuan dan kegiatan siswa ( misalnya pentas seni, pertemuan dengan orangtua siswa, wisuda, teater, pameran hasil karya siswa, dll.) dengan ukuran yang memadai dan ber AC, dilengkapi dengan mebeler dan peralatan yang memadai, memiliki sistem penjaminan keselamatan yang memadai bagi pengguna, dan memiliki tenaga teknisi dengan jumlah yang memadai untuk membantu pelaksanaan kegiatan dan perawatan,
i. Fasilitas Olahraga
Memiliki fasilitas olahraga dengan ukuran yang memadai dan dapat digunakan oleh berbagai jenis kegiatan olahraga. Memiliki tenaga teknisi, dan sistem penjaminan keselamatan bagi pengguna.
j. Pusat Sumber Belajar Guru
Memiliki ruangan yang memadai dan dilengkapi dengan komputer, akses internet untuk guru dengan rasio 1 : 5 serta dilengkapi dengan media pembelajaran. Tersedia buku referensi cetak dan digital bagi guru mata pelajaran; memiliki mebeler bagi guru untuk menyimpan referensi, hasil karya, dan termasuk untuk kelompok diskusi serta memiliki sistem penjaminan keselamatan kerja di dalam ruang.
k. Penunjang administrasi sekolah
Memiliki ruangan dengan ukuran yang memadai, dilengkapi mebeler untuk berbagai jenis administrasi. Memiliki komputer dengan jumlah yang memadai, dan adanya sistem penjaminan keselamatan kerja.
l. Poliklinik Sekolah/ruang UKS
Memiliki ruangan dengan ukuran yang memadai dan ber AC, memiliki bahan dan peralatan untuk P3K, tersedianya tenaga medis yang profesional, dan sistem penjaminan keselamatan kerja.
m. Toilet
Ruangan dengan ukuran dan jumlah yang memadai, terpisah antara laki-laki dan perempuan. Memiliki sistem sanitasi yang baik dan memadai, sehingga kebersihan dan kesehatan terjamin. Volume air cukup memadai dan mendukung sistem sanitasi, dan memiliki tenaga untuk perawatan toilet.

n. Tempat bermain, kreasi, dan rekreasi.
Tersedianya tempat bermain, kreasi, dan rekreasi dengan luas yang memadai, bisa mendukung kreativitas siswa, adanya taman dan pohon-pohon yang rindang, serta tempat duduk yang nyaman.
o. Tempat beribadah
6. Pengelolaan Sekolah
Mutu Sekolah Dasar Bertaraf Internasional dijamin dengan pengelolaan yang menerapkan manajemen berbasis sekolah. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pengelolaan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a. Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000;
b. Merupakan sekolah multi-kultural;
c. Menjalin kemitraan dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri;
d. Bebas narkoba dan rokok;
e. Bebas kekerasan (bullying);
f. Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah; dan
g. Meraih prestasi tingkat nasional dan internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.

Pada tahap kemandirian sekurang-kurangnya dapat mempertahankan pencapaian indikator pada tahap konsolidasi dan mulai terjalin kerjasama yang aktif dengan sekolah mitra diluar negeri, maupun lembaga sertifikasi pendidikan bertaraf internasional. Oleh karena itu pengelolaan pada tahap kemandirian lebih difokuskan pada aspek-aspek berikut:
a. Mempunyai struktur organisasi sekolah yang fisibel dan efisien dalam mekanisme pelaksanaannya.
b. Mempunyai prestasi sekolah yang didukung dengan dokumentasi yang valid dan mudah diakses.
c. Mempunyai panduan tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk setiap warga sekolah.
d. Mempunyai panduan penggunaan setiap fasilitas peralatan.
e. Mempunyai sistem dokumentasi yang efektif dan dapat rnerekam setiap penggunaan sarana, prasarana, maupun fasilitas peralatan oleh setiap pengguna.
f. Memiliki rencana strategis lima tahunan.
g. Memiliki rencana operasional tahunan (action plan} yang merupakan penjabaran dari rencana strategis dengan indikator pencapaian yang terukur.
h. Menerapkan sistem administrasi dan keuangan yang efisien, efektif, dan ekonomis.
i. Mempunyai panduan kerjasama yang mampu meningkatkan kualitas sekolah.
j. Menerapkan sistem pengambilan keputusan yang tidak sentralistik, namun berdasarkan sistem penugasan yang terencana.
k. Mempunyai rencana kerja pendampingan yang terukur.
l. Mempunyai sistem monitoring dan evaluasi yang baik.
m. Mempunyai sistem rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan yang bermutu.
n. Menerapkan sistem pengawasan internal yang baik.
o. Mempunyai sistem pelaporan yang berkesinambungan.
p. Mempunyai mekanisme pencarian dana yang baik.
q. Mempunyai sistem rekrutmen siswa yang berkualitas.
r. Mempuyai lingkungan sekolah yang menyenangkan.
s. Mempunyai sertifikat yang bertaraf internasionai.
t. Mempunyai sistem pembelajaran yang berstandar internasionai.
u. Memiliki dokumen alumni lulusan sekolah.
v. Mempunyai sistem manajeman keuangan yang mandiri yang didasarkan pada kinerja dan lingkungan sekolah.

7. PEMBIAYAAN
Mutu Sekolah Dasar Bertaraf Internasional dijamin dengan pembiayaan yang sekurang-kurangnya terdiri atas biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja minimal, yaitu memenuhi Standar Pembiayaan.
Keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target.
Pada tahap ini pembiayaan program SD-BI masih memerlukan subsidi dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, dengan penerapan sistem block grant dengan persentase yang lebih ke pemerintah daerah. Oleh karena itu penyelenggara program SD-BI masih harus menyiapkan komponen-komponen berikut:

a. Profil sekolah secara lengkap, akurat, dan faktual, serta mutakhir.
b. Rencana stratejik yang terukur pencapaian indikatornya.
c. Rencana operasional tahunan yang sudah signifikan dan jelas tahapan-tahapan pencapaian targetnya.
d. Sistem manajemen administrasi dan keuangan sudah menerapkan asas akuntabel, berbasis kinerja, dan transparan
e. Pola pemantauan, pengawasan, dan pelaporan menggunakan mekanisme yang efisien, efektif, dan ekonomis.
f. Laporan tahunan pada tahap Rintisan maupun tahap konsolidasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka biaya dapat diperoleh dengan sistem block grant yang relevan dengan rencana kinerja tahunan yang sudah disusun. Penggunaan biaya dapat diatur sebagai berikut:
a. Biaya dari pemerintah pusat digunakan untuk pembenahan dan inovasi proses dan perangkat pembelajaran.
b. Biaya dari pemerintah provinsi digunakan untuk perawatan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung pembelajaran.
c. Biaya dari pemerintah kabupaten/kota digunakan untuk biaya investasi.
d. Biaya dari masyarakat digunakan untuk peningkatan kualifikasi dan kualitas para guru dan tenaga kependidikan.
e. Biaya dari instansi terkait dapat digunakan untuk investasi dan pembenahan lingkungan sekolah, atau subsidi bagi peserta didik yang kurang mampu.
f. Bantuan dari sekolah mitra dapat berupa pemutakhiran kurikulum maupun program-program pertukaran, baik peserta didik maupun guru.
g. Biaya-biaya kerjasama maupun sponsor yang tidak mengikat dapat digunakan untuk pencitraan sekolah dan biaya publikasi, serta biaya investasi dan penyelenggaraan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional.

8. KESISWAAN
Pada tahap ini seluruh potensi, bakat, minat, dan kreativitas, serta kebutuhan siswa telah dapat dikembangkan dan terlayani dengan baik. Profil akhir peserta didik lulusan SD-BI memiliki karakter sebagai berikut:
a. Kemampuan mengembangkan jati diri sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia serta integritas moral dan akhlak yang tinggi.
b. Kemampuan belajar sepanjang hayat secara mandiri yang ditunjukkan dengan kemampuan mencari, mengorganisasi, dan memroses informasi untuk kepentingan kini dan nanti serta kebiasaan membaca dan menulis dengan baik.
c. Pribadi yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan yang ditunjukkan dengan kesediaan menerima tugas, menentukan standar dan strategi yang tepat, serta konsisten dalam menyelesaikan tugas tersebut, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
d. Kemampuan berpikir secara deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, dan eksperimentatif untuk menemukan ide-ide baru.
e. Penguasaan tentang diri sendiri sebagai pribadi (intra-personal/ kualitas pribadi).
f. Penguasaan materi pelajaran yang ditunjukkan dengan kelulusan ujian akhir nasionai dan sertifikat internasional untuk mata pelajaran yang dikompetisikan secara internasional (Matematika dan IPA).
g. Penguasaan teknologi dasar (konstruksi, manufaktur, transportasi, komunikasi).
h. Dapat bekerjasama dengan pihak-pihak lain (interpersonal) secara individual, kelompok/kolektif (lokal, nasionai, regional, dan global).
i. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan informasi kepada pihak lain dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
j. Kemampuan mengelola kegiatan (merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengkoordinasikan, dan mengevaluasi).
k. Kemampuan mengidentifikasi, mengorganisasi, merencana, dan mengalokasikan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya selebihnya yaitu sumber daya alam, uang, peralatan, perbekalan, waktu, dan bahan.
l. Kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
m. Terampil menggunakan ICT.
n. Memahami budaya/kultur bangsa-bangsa lain (lintas budaya bangsa).
o. Kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik, dan budaya.
p. Menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bangsa.

9. Lingkungan dan Kultur Sekolah
SBI menumbuhkan dan mengembangkan lingkungan dan budaya/kultur yang kondusif bagi peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya dan efektivitas pembelajaran pada khususnya, yang dibuktikan oleh pembelajaran berpusat pada pengembangan peserta didik, iingkungan belajar yang kondusif, penekanan pada pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan, respek tehadap setiap individu warga sekolah; keadilan, kepastian, budaya korporasi atau kebiasaan bekerja secara kolaboratif/kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat belajar, wawasan masa depan (visi) yang sama, perencanaan bersama, kolegialitas, tenaga kependidikan sebagai pembelajar, budaya masyarakat belajar, pemberdayaan bersama, serta kepemimpinan transformatif dan partisipatif.
BAB III
STANDAR PELAKSANAAN DAN PENJAMINAN MUTU
PROGRAM RINTISAN SD- BI

Standar Pelaksanaan dan penjaminan mutu SD BI adalah kriteria tertentu untuk menetapkan komponen-komponen pendidikan pada jenjang pendidikan SD-BI. Setiap sekolah harus memenuhi standar minimum yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Karena standar yang digunakan untuk mengakreditasi sekolah adalah standar minimum yaitu standar yang mengacu pada standar nasional pendidikan, maka SD-BI harus mempunyai standar yang lebih tinggi. Standar bukanlah sesuatu yang bersifat statis melainkan bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan dan tuntutan mutakhir pendidikan.

Kegiatan Akreditasi dilakukan dengan membandingkan kondisi sekolah yang nyata dengan kriteria (standar) yang telah ditetapkan. Mengingat sekolah sebagai sistem tersusun dari komponen yang saling terkait maka standar yang dimaksud harus disusun berdasarkan komponen- yang ada.
Selanjutnya secara berturut-turut dikemukakan standar untuk masing-masing komponen.
A. Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar

1. Kurikulum

Standar kurikulum dibuat untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa apa yang diajarkan di sekolah benar-benar konsisten dengan prinsip dan tujuan pendidikan nasional. Standar kurikulum tetap mengacu pada Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan nomor 23 tentang standar kompetensi lulusan. Sekolah dapat mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan menerapkan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan mata pelajaran yang sama pada sekolah yang mempunyai reputasi internasional.
Selain itu, sekolah juga harus melaksanakan kurikulum muatan lokal sebagai upaya pelesterian dan pengembangan berbagai aspek yang menjadi ciri dan potensi daerah tempat sekolah berada. Semua ini dikemas sehingga silabus yang dikembangkan dan alokasi waktu yang dirumuskan benar-benar menjamin bahwa KTSP yang dikembangkan dan muatan lokal terlaksana dengan baik.
Sekolah dasar bertaraf internasional harus meningkatkan kinerja antara lain :
a. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing.
b. Muatan mata pelajaran setara atau lebihbtinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari sekolah salah satu negara OECD dan atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulanntertentu dalam bidang pendidikan.

Standar Kurikulum : Sekolah melaksanakan KTSP yang dikembangkan dengan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan mata pelajaran yang sama pada sekolah beraraf internasional lainnya dan melaksanakan kurikulum muatan lokal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang pada dokumen kurikulum lengkap dan silabus yang dikembangkan mengacu kepada dokumen kurikulum tersebut.

2. Proses Belajar Mengajar (PBM)

Proses belajar mengajar adalah serangkaian aktivitas yang terdiri dari pererencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Perencanaan PBM adalah penyusunan rencana tentang materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana melakukan penilaian. Termasuk dalam perencanaan ini juga adalah memilih media pendidikan dan alat peraga pendidikan, fasilitas, waktu, tempat, harapan-harapan, dan perangkat informasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar.

Pelaksanaan PBM adalah kejadian/peristiwa interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan perubahan pada peserta didik, yaitu dari belum mampu menjadi mampu, dari belum terdidik menjadi terdidik, dari belum kompeten menjadi kompeten. Tingkat efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain, mengajarnya jelas, menggunakan variasi metode pengajaran, menggunakan variasi media/alat peraga pendidikan, antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks/lingkungan sebagai sarana pembelajaran, menggunakan pertanyaan yang membangkitkan, dan sebagainya. Sedang perilaku peserta didik, antara lain, motivasi/semangat belajar, keseriusan, perhatian, kerajinan, kedisiplinan, keingintahuan, pencatatan, pertanyaan, senang melakukan latihan soal, dan sikap belajar yang positif. Agar proses belajar mengajar ini berlansung secara efektif dan efisien, harus disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Peningkatan kinerja dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan melaksanakan hal-hal berikut.

1) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator;
2) diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
3) menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran;
4) pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, senicntara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kccuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan
5) pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV.

Evaluasi PBM adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran. Fokus evaluasi pembelajaran adalah pada hasil, baik hasil yang berupa proses maupun produk. Informasi hasil pembelajaran ini kemudian dibandingkan dengan hasil pembelajaran yang telah ditetapkan (standar kompetensi lulusan). Jika hasil nyata pembelajaran sesuai dengan hasil yang ditetapkan, maka pembelajaran dapat dikatakan efektif. Sebaliknya, jika hasil nyata pembelajaran tidak sesuai dengan hasil pembelajaran yang ditetapkan, maka pembelajaran dikatakan kurang efektif. Pendidik harus menggunakan berbagai jenis alat evaluasi sesuai karakteristik kompetensi yang harus dicapai siswa dan menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan menurut SNP. Unuk ini penilaian harus diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan atau dari negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dialam bidang pendidikan.

Standar PBM : Sekolah memiliki bukti bahwa (1) guru melakukan perencanaan yang dibuktikan misalnya dengan dokumen satuan pembelajaran; (2) guru menggunakan berbagai variasi strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran yang mampu memberdayakan dan meningkatkan efektivitas pembelajaran; (3) tingkat efektivitas perilaku mengajar guru (kejelasan mengajar, keantusiasan mengajar, dsb.) dan perilaku belajar siswa (semangat, keseriusan, kerajinan, dsb.) di kelas bersinergi; (4) penggunaan variasi alat evaluasi sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

B. Administrasi/Manajemen Sekolah

Standar administrasi/manajemen sekolah meliputi: (1) perencanaan sekolah, (2) implementasi manajemen sekolah, (3) kepemimpinan sekolah, (4) pengawasan, dan (5) ketatalaksanaan sekolah.

1. Perencanaan Sekolah

Sekolah harus memiliki rencana yang akan dicapai dalam jangka pendek (rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana operasional tahunan. Dalam rencana strategis ini wawasan masa depan (visi) dijadikan pemandu bagi rumusan misi sekolah. Visi dan misi dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan sekolah. Kegiatan sekolah idealnya dilakukan berdasarkan atas tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas dan operasional.

Standar perencanaan : Sekolah memiliki rencana strategis dengan rumusan visi, misi, dan tujuan yang jelas, yang digunakan sebagai pemandu/referensi bagi pengembangan program sekolah. Rencana kerja sekolah disusun berdasarkan hasil evaluasi program sebelumnya yang dituangkan dalam rencana operasional.

2. Manajemen sekolah

Manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang dilakukan untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dua hal yang merupakan inti dari manajemen sekolah adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang sebagai aspek meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat. Manajemen dipandang sebagai fungsi meliputi pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pelaksanaan tugas , pengkoordinasian, pembinaan, dan pengawasan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah suatu model manajemen yang bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan sekolah, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan oleh sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional. Oleh karena itu, MBS diperbolehkan adanya keragaman dalam pengelolaan sekolah yang didasarkan atas kekhasan sekolah itu sendiri. Dalam MBS, semua kegiatan harus dikaitkan dengan tujuan yang akan dicapai (peningkatan kualitas, produktivitas, efektivitas, efisiensi, relevansi, dan inovasi) dan dilakukan menurut prinsip-prinsip MBS meliputi kemandirian, kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi/ keterbukaan, keluwesan/ fleksibilitas, akuntabilitas, dan sustainabilitas. Mengingat MBS berprinsip pada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka keterlibatan masyarakat melalui Komite Sekolah merupakan upaya yang harus dilakukan. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari besar kecilnya dukungan mereka terhadap sekolah, baik berupa finansial, jasa (pemikiran, keterampilan), dan material.

Standar Manajemen sekolah : Manajemen sekolah dilaksanakan menurut aspek dan fungsi manajemen secara utuh. Aspek manajemen sekolah yang dimaksud meliputi kurikulum, pendidik dan tenaga pendidikan, siswa, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat. Manajemen sekolah dilaksanakan dengan perinsip kemandirian, partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi, fleksibelitas, akuntabilitas, dan sustainabilitas.

3. Kepemimpinan
Bertolak dari tugas dan fungsi pemimpin sekolah, maka kepemimpinan sekolah dapat didefinisikan sebagai berikut. Kepemimpinan sekolah adalah kapasitas pemimpin sekolah dalam memahami dan mengembangkan dirinya, menciptakan dan mengartikulasikan (visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi sekolah), meyakini bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar, mempengaruhi, memberdayakan, memobilisasi, membimbing, membentuk kultur, memberi contoh, menjaga integritas, berani mengambil resiko sebagai pionir dalam pembaruan (kemauan untuk mengetahui yang belum diketahui, melakukan inovasi dan eksperimentasi agar menemukan cara-cara baru untuk mengerjakan sesuatu), memotivasi, mendudukkan sumberdaya manusia lebih tinggi dari pada sumberdaya lainnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, perbekalan, dsb.), menghargai orang lain atas kontribusinya, dan bertindak secara proaktif dalam kerangka untuk mencapai tujuan sekolah secara optimal.

Standar Kepemimpinan : Pimpinan sekolah adalah pemimpin yang bisa diterima oleh seluruh warga sekolah, bersifat terbuka dan melakukan pendelegasian tugas dengan baik. Guru diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan karir.

4. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sekolah. Dalam pelaksanaan pengawasan termasuk melihat apakah semua kegiatan berjalan lancar dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien. Pengawasan dilakukan secara berkala dan tepat sasaran sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.

Standar Pengawasan : Pimpinan melaksanakan pengawasan berkala secara menyeluruh terhadap seluruh kegiatan yang dilaksnakan di sekolah termasuk pada kegiatan dikelas.

5. Ketatalaksanaan sekolah
Penyelenggaraan sekolah akan berjalan lancar jika didukung oleh adminsitrasi/ketatalaksanaan yang efisien dan efektif. Secara umum, administrasi sekolah dapat diartikan sebagai upaya pengaturan dan pendayagunaan seluruh sumberdaya sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

Lingkup administrasi sekolah meliputi administrasi hasil belajar, proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat. Sekolah harus mengadministrasi semua kegiatan pada masing-masing lingkup administrasi tersebut secara rinci dan jelas.

Standar Ketatalaksanaan : Sekolah memiliki administrasi/ketatalaksanaan yang rapi, efisien dan efektif pada lingkup proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan/kepegawaian, kesiswaan, sarana dan prasarana (perpustakaan, peralatan, perlengkapan, bahan, tata persuratan dan kearsipan, dsb.), keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat. Sekolah memiliki informasi dan data yang mudah diakses oleh warga sekolah maupun pihak lain.
C. Organisasi Kelembagaan

1. Organisasi
Sekolah sebagai organisasi mempunyai karakteristik sebagai berikut, (1) filosofi dan tujuan (visi dan misi); (2) struktur organisasi yang disertai pembagian kerja yang jelas sesuai tugas pokok dan fungsi; (3) hirarki otoritas yang memberikan rantai komando, (4) kewenangan yang disertai tanggungjawab, (5) koordinasi upaya yang dilakukan secara sadar, (6) aturan, prosedur, dan mekanisme kerja yang konsisten untuk menjamin standar kinerja, kepastian, keadilan, dan kemanfaatan kerja,
Organisasi sekolah yang baik mampu menampilkan tiga hal: (1) memperkecil ketidakpastian internal dan eksternal sekolah; (2) meningkatkan kemampuan sekolah untuk melakukan kegiatan/aktivitas melalui cara-cara seperti misalnya departementalisasi, specialisasi, pembagian kerja dan pendelegasian kewenangan; dan (3) bisa menjaga semua kegiatan sekolah tetap terkoordinasi untuk mencapai tujuan, dan tetap memiliki fokus meskipun dihadapkan pada keanekaragaman situasi.

Standar Organisasi: Sekolah memiliki struktur organisasi yang dapat menjamin: (1) kelancaran program sekolah, (2) kegiatan yang terorganisir, terkoordinir, dan terintegrasi secara konsisten; (3) kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi warga sekolah; dan (4) akuntabilitas internal dan eksternal. Secara eksplisit dan jelas, struktur organisasi sekolah memiliki hirarki kewenangan/otoritas, tanggungjawab, rantai komando, pembagian tugas dan fungsi yang jelas, aturan, prosedur kerja, mekanisme kerja, upaya yang terkoordinir, hubungan interaktif, dan alur akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.


2. Regulasi Sekolah
Sekolah merupakan satuan dan jenis lembaga pendidikan yang secara legal diakui oleh publik karena itu sekolah harus memiliki sejumlah dokumen legal dan persyaratan yang harus dipenuhi. Dokumen dan persyaratan yang dimaksud dapat diperoleh dari pemerintah daerah, antara lain SK pendirian sekolah, status sekolah, dan dokumen-dokumen terkait lainnya.

Sekolah memerlukan lingkungan belajar yang aman, tertib, teratur, dan nyaman sehingga proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Untuk mencapai hal itu, sekolah harus diatur dan dioperasikan berdasarkan ketentuan-ketentuan (regulasi sekolah) yang mampu menjamin ketertiban, keadilan, dan kepastian. Regulasi sekolah memiliki dua sifat, yaitu yuridis dan normartif. Regulasi sekolah yang bersifat yuridis diwujudkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan (peraturan-peraturan) sekolah yang bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contohnya antara lain kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, spesifikasi sarana prasarana, prosedur kerja. Sedangkan regulasi sekolah yang bersifat normatif diwujudkan dalam bentuk tata tertib sekolah.

Standar: Sekolah memiliki dokumen resmi sebagai lembaga legal untuk menyelenggarakan satuan dan jenis pendidikan yang sah. Sekolah memiliki dan menerapkan regulasi sekolah seperti tata tertib, baik yang bersifat yuridis maupun normatif. Penegakan regulasi sekolah diterapkan secara adil dan teratur terhadap semua warga sekolah.

D. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan daya fisik, daya pikir, dan daya kalbu peserta didik.
Prasarana pendidikan meliputi (1) ruang kelas, luas minimum 56 m2 ; (2) ruang laboratorium (komputer, IPA, Bahasa) luas minimum 56 m2 ; (3) ruang perpustakaan/pusat sumber belajar; (4) ruang praktek (PTD, Ketrampilan PKK & Jasa); (5) ruang tempat ibadah; (6) ruang multimedia; (7) ruang unjuk seni budaya; (Cool ruang UKS/klinik; (9) KM/WC ; (10) gudang; (11) tempat olahraga, bermain, berkreasi dan rekreasi; (12) kebun sekolah dan lahan parkir
Sarana pendidikan meliputi perabot sekolah, media pendidikan, peralatan pendidikan, buku sekolah, bahan/material praktek, sarana pendidikan jasmani dan olahraga, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta prasarana lain sesuai tuntutan program-program pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.

Standar Sarana Prasarana Pendidikan, Sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan perkembangan daya fisik, daya pikir, dan daya kalbu peserta didik.
Prasarana yang dimaksud: 1. Lahan, meliputi lahan bangunan sekolah, lahan praktek, lapangan upacara dan olah raga, kebun sekolah, lahan parkir, 2. Gedung yang terdiri atas ruang kelas,ruang perpustakaan, ruang laboratorium , ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban/WC, gudang, ruang sirkulasi.
Sarana yang dimaksud: 1. Perabot sekolah, antara lain meja dan kursi guru, meja dan kursi murid, lemari, papan tulis, meja multimedia, papan statistik. 2. Sarana pembelajaran, antara lain peralatan pendidikan/alat peraga, buku sekolah, media pendidikan.

E. Ketenagaan
1. Pendidik
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Setiap pendidik berkewajiban: (1) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya; (2) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; dan (3) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Dengan kewajiban seperti di atas maka pendidik harus meningkatkan kemampuan profesional yang meliputi kemampuan intelektual, integritas kepribadian dan interaksi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, sekolah harus memberikan kondisi dan layanan bagi pengembangan pendidik. Sebagai konsekwensi dari kewajiban yang diemban, maka pendidik berhak memperoleh perlindungan hukum, pembinaan karir, penghasilan dan jaminan kesejahteraan yang pantas dan memadai, penghargaan yang sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, dan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran tugasnya.

Standar pendidik: Sekolah memiliki pendidik yang jumlahnya cukup/memadai yang ditunjukkan oleh kelayakan rasio guru-siswa (khusus pendidik). Kualifikasi minimum untuk pendidik pada tingkat pendidikan dasar adalah lulusan sarjana kependidikan atau lulusan sarjana non-kependidikan ditambah sertifikat akta mengajar dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Sekolah memiliki pendidik yang spesialisasinya relevan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Pendidik menguasai TIK dan memilki kompetensi berbahasa inggris baik

2. Tenaga Kependidikan

Sekolah selain memerlukan pendidik juga memerlukan tenaga kependidikan yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Secara umum, tenaga kependidikan di sekolah bertugas melaksanakan perencanaan, pembimbingan, pengelolaan, pengawasan, pelayanan teknis dan kepustakaan, penelitian dan pengembangan hal-hal praktis yang diperlukan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran.
Mengingat pentingnya peran tenaga kependidikan bagi pengembangan sekolah, maka sekolah harus memiliki tenaga kependidikan yang cukup dengan kualifikasi/kemampuan yang memadai, tingkat relevansi yang tinggi, dan kinerja yang tinggi. Dalam melaksanakan tugasnya tenaga kependidikan harus bisa bekerjasama dengan pendidik, terutama dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.
Tenaga kependidikan harus meningkatkan kemampuan profesional yang meliputi kemampuan intelektual, teknis, integritas kepribadian dan interaksi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, sekolah harus memberikan kondisi dan layanan bagi pengembangan tenaga kependidikan. Sebagai konsekwensi dari kewajiban yang diemban, maka tenaga kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum, pembinaan karir, penghasilan dan jaminan kesejahteraan yang pantas dan memadai, penghargaan yang sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, dan kesempatan untuk menggunakan sarana prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran tugasnya.

Standar: Sekolah memiliki tenaga kependidikan yang kompeten untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sekolah menilai kinerja tenaga kependidikan yang unsur-unsurnya harus terkait dengan tugas pokok dan fungsinya. Sekolah memberi kondisi dan layanan esensial bagi pengembangan tenaga kependidikan dan bagi peningkatan kinerja.
F. Pembiayaan/Pendanaan

Sekolah menyediakan dana yang cukup dan berkelanjutan untuk menyelenggarakan pendidikan. Untuk itu, sekolah berkewajiban menghimpun, mengelola, dan mengalokasikan dana untuk mencapai tujuan. Dalam menghimpun dana, sekolah perlu memperhatikan semua potensi sumber dana yang ada seperti subsidi pemerintah, sumbangan masyarakat, orangtua siswa, hibah, dan sumbangan dunia usaha dan industri. Pengelolaan dana pendidikan di sekolah harus dilakukan secara transparan, efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dana pendidikan di sekolah dialokasikan berdasarkan prinsip keadilan (equity/fairness) dan pemerataan (equality) yaitu tidak diskriminatif terhadap anggaran biaya yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan sekolah.

Standar: Sekolah menyediakan dana pendidikan yang cukup dan berkelanjutan untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Sekolah menghimpun dana dari potensi sumber dana yang bervariasi. Sekolah mengelola dana pendidikan secara transparan, efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dalam mengalokasikan dana pendidikan, sekolah berpegang pada prinsip keadilan dan pemerataan.

G. Peserta Didik

1. Penerimaan Siswa Baru dan Pengembangan Siswa
Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Dalam lingkup sekolah, peserta didik adalah siswa, yang merupakan salah satu input yang sangat penting bagi berlangsungnya proses pembelajaran.

Pada tataran input, setidaknya ada enam hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yaitu seleksi siswa baru, penyiapan belajar siswa, pembinaan/pengembangan, pembimbingan, pemberian kesempatan, dan evaluasi hasil belajar siswa. Seleksi calon siswa dimaksudkan untuk memperoleh siswa baru yang memiliki daya pikir, daya kalbu, dan daya fisik/raga yang diperlukan untuk sukses belajar. Penyiapan belajar siswa, baik mental maupun pisik, merupakan salah satu faktor dominan yang sangat berpengaruh pada kualitas proses pembelajaran. Pembinaan dan pengembangan siswa, seperti misalnya, intelektual, spiritual, emosi, dan rasa merupakan tugas penting sekolah. Pemberian kesempatan kepada siswa dalam berbagai upaya sekolah seperti misalnya pengembangan kepemimpinan siswa, pengambilan keputusan, dan perencanaan rekreasi, adalah merupakan contoh pemberian kesempatan kepada siswa.

Standar: Penerimaan siswa baru didasarkan atas kriteria yang jelas, tegas dan dipublikasikan. Siswa memiliki tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah memiliki program yang jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan siswa. Sekolah memberi kesempatan yang luas kepada siswa untuk berperanserta dalam penyelenggaraan upaya sekolah.

2. Keluaran
Keluaran sekolah mencakup output dan outcome. Output sekolah adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa baik peserta didik mampu mengikuti proses pembelajaran. Idealnya, hasil belajar harus mengekspresikan tiga unsur kemampuan, yaitu daya pikir, daya kalbu, dan daya pisik. Pertama, kemampuan daya pikir tidaklah semata-mata hanya Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional (UASBN), akan tetapi harus juga mengukur kemampuan berpikir ganda, seperti berpikir kritis, kreatif, mengukur prestasi belajar berupa nalar, eksploratif, diskoveri, dan berpikir sistem. Kedua, hasil belajar harus juga mengukur kemampuan daya kalbu, yang pada dasarnya adalah mengukur kualitas batiniyah/karakter manusia, seperti misalnya iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kasih sayang, kejujuran, kesopanan, toleransi, tanggungjawab, keberanian moral, komitmen, disiplin diri, dan estetika. Ketiga, hasil belajar harus juga mengukur daya fisik, yang meliputi keterampilan olahraga (atletik, sepakbola, badminton, dsb.), kesehatan (daya tahan, bebas penyakit), dan kesenian (musik, visual, teater, dan kriya). Oleh karena itu, tidaklah cukup jika hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes berupa nilai akhir UASBN.

Outcome adalah dampak jangka panjang dari output/hasil belajar, baik dampak bagi tamatan maupun bagi masyarakat. Idealnya, hasil belajar selalu terkait erat dengan outcome. Dalam kenyataan, tidak selalu demikian karena outcome dipengaruhi oleh banyak faktor di luar hasil belajar. Sekolah yang baik mempersiapkan dan memberikan kesempatan/akses kepada tamatannya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan dapat mengembangkan diri dalam kehidupan.

Standar Keluaran: Sekolah menghasilkan output/hasil belajar yang memadai dalam prestasi akademik dan prestasi non-akademik (olah raga, kesenian, keagamaan, keterampilan kejuruan, dsb.). Sekolah menggunakan alat evaluasi yang relevan untuk mengukur hasil belajar ganda (prestasi akademik dan prestasi non-akademik), yang dibuktikan oleh tingkat validitas, reliabilitas, obyektivitas, dan otentisitas yang tinggi.

H. Peran Serta Masyarakat

Konsekwensi logis dari otonomi pendidikan sangat jelas, yaitu pendidikan tidak lagi semata-mata merupakan kewenangan dan tanggungjawab pemerintah, tetapi masyarakat juga harus berperanserta secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan tidak lagi semata-mata oleh pemerintah (swadaya pemerintah), akan tetapi juga oleh masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang diarahkan, dimiliki, dan didukung oleh masyarakat yang dilayani oleh institusi pendidikan (sekolah). Masyarakat memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagai mitra, penasehat, pendukung, maupun pengontrol pendidikan di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat sudah merupakan keharusan.

Dalam kerangka itu, Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Esensi kelembagaan ini adalah bahwa masyarakat memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan (advisor), pendukung (supporter), penghubung (mediator), dan pengontrol (controller).
Standar: Peranserta masyarakat meliputi partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Hubungan antara sekolah-masyarakat, baik menyangkut substansi maupun strategi pelaksanaanya, ditulis dan dipublikasikan secara eksplisit dan jelas. Sekolah melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pendidikan di sekolah melalui : (1) berbagai media komunikasi (media tertulis, pertemuan, kontak langsung secara individual, dsb.); (2) pelaksanaan visi, misi, tujuan, kebijakan, rencana, program, dan pengambilan keputusan bersama; (3) kontrak sosial antara sekolah dan masyarakat; dan (4) model-model partisipasi masyarakat sesuai tingkat kemajuan masyarakat.

I. Lingkungan dan Kultur Sekolah

1. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah adalah eksternalitas sekolah yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan sekolah dan karenanya harus diinternalisasikan ke dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah yang mampu menginternalisasikan lingkungan ke dalam penyelenggaraan sekolah akan membuat sekolah sebagai bagian dari lingkungan. Lingkungan umumnya terdiri dari: tuntutan pengembangan diri dan peluang masa depan, dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan, kebijakan pendidikan, landasan hukum, kemajuan ipteks, nilai dan harapan masyarakat terhadap pendidikan, tuntutan otonomi, dan tuntutan globalisasi.

Standar Lingkungan: Sekolah mengidentifikasi, responsif, tanggap, dan peka terhadap dinamika lingkungan dan secara jelas menginternalisasikan ke dalam rumusan visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan sekolah.
2. Kultur Sekolah
Kultur/budaya sekolah adalah karakter atau pandangan hidup (a way of life) sekolah yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol, dan tradisi/kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Hasil-hasil penelitian menyimpulkan bahwa budaya sekolah sangat berpengaruh terhadap efektivitas sekolah. Artinya, makin kondusif budaya sekolah, makin efektif sekolahnya.

Kultur sekolah yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas sekolah antara lain berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar yang kondusif, penekanan pada pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan, respek terhadap setiap individu warga sekolah, keadilan, kepastian, budaya korporasi atau kebiasaan bekerja secara kolaboratif/kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat belajar, wawasan masa depan (visi) yang sama, perencanaan bersama, kolegialitas, pendidik dan tenaga kependidikan sebagai pembelajar, budaya masyarakat belajar, pemberdayaan bersama, dan kepemimpinan transformatif dan partisipatif.

Standar: Sekolah menumbuhkan dan mengembangkan budaya/kultur yang kondusif bagi peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya dan efektivitas pembelajaran pada khususnya, yang dibuktikan oleh penerapan setiap sub budaya sekolah sebagaimana uraian di atas.

Entri Populer