Cerpen anak adalah salah satu bahan ajar yang harus dicari dan ditentukan oleh guru dalam mengajarkan sastra. Cerpen anak sesungguhnya adalah cerpen yang memiliki segmentasi pembaca sangat jelas, yaitu anak-anak berusia 7-12 tahun. Sesuatu yang khas dari cerpen anak adalah cerita yang disampaikan sangat dekat dengan dunia anak-anak. Pada umumnya cerpen anak di Indonesia mengangkat tema tentang persahabatan, permainan, dan hal-hal yang mengandung nilai pendidikan moral, seperti: suka menolong adalah hal yang baik, menyontek adalah hal yang buruk, dan mematuhi perintah orangtua adalah sesuatu yang wajib bagi anak. Baik dan buruk dalam cerpen anak tersebut dipaparkan secara hitam putih dengan tujuan menanamkan nilai-nilai moral kepada anak secara jelas.
Cerpen anak sebagian besar ditulis oleh orang dewasa. Oleh karena itulah, banyak cerpen anak yang disadari atau tidak oleh penulisnya, menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Selain itu, banyak cerpen yang mengandung upaya penanaman budi pekerti yang disampaikan dengan cara menggurui, bahkan tidak sesuai dengan kondisi psikologis anak. Hal hal seperti itulah yang menyebabkan perlunya memilih bahan ajar yang tepat dalam mengajarkan sastra, terutama cerpen, pada anak-anak.
Tokoh dan peristiwa dalam cerpen dapat menjadi karakter yang menginspirasi anak. Melalui tokoh-tokoh tersebutlah, nilai-nilai budi pekerti disampaikan kepada anak sebagai pembaca karya sastra. Oleh karena itu, proses pemilihan cerpen sebagai bahan ajar di sekolah membutuhkan kepekaan guru. Guru diharapkan mampu menentukan cerpen yang tepat bagi anak untuk digunakan sebagai bahan ajar di kelas, yaitu bahan ajar sastra yang bicara tentang dunia anak-anak dengan bahasa anak-anak dan dengan tokoh yang bisa memunculkan kesan pada anak bahwa tokoh tersebut adalah dirinya atau kawannnya, bukan orang tua atau gurunya yang terkesan menggurui. Dengan kata lain, cerpen yang memberikan pesan-pesan moral secara alami pada anak, mengalir begitu saja tanpa terkesan menggurui.
Selain itu, guru diharapkan tidak hanya mengandalkan buku ajar sebagai sumber bacaan, tetapi juga mencari bahan ajar lain yang lebih tepat dengan kondisi siswanya. Bahan ajar, khususnya cerpen, yang terdapat dalam buku ajar (buku teks), sebaiknya tidak dijadikan sebagai kitab suci yang selalu diikuti karena biar bagaimanapun, gurulah yang mengetahui kondisi siswa di kelasnya. Dengan demikian, pelajaran sastra dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, diharapkan akan menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi siswa dan bermanfaat dalam membentuk karakter mereka.
Cerpen sebagai salah satu bahan ajar yang diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dijadikan sebagai media pengenalan wacana gender pada siswa. Guru dapat memilih cerpen-cerpen yang berwawasan gender untuk diperkenalkan kepada siswa melalui pencapaian empat aspek, yaitu: menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Pada tahap menyimak, siswa diberikan sebuah cerpen anak sebagai bahan pembelajaran cerpen. Pada kesempatan inilah, guru dapat memilih cerpen anak yang mengandung wacana gender.
Cerpen anak yang berwacana gender, di antaranya dapat dilihat dari sisi tokoh, karakter tokoh dan peristiwa yang dialamai tokoh. Jika selama ini yang tertanam di benak anak adalah pembedaan lakai-laki dan perempuan melalui simbol-simbol, seperti; anak perempuan memiliki karakater cengeng, menyukai boneka, memakai warna pink, dan rajin membuat catatan pelajaran, sedangkan laki-laki memiliki karakter jagoan, nakal, memakai warna biru, dan malas mencatat pelajaran, maka pada pemilihan cerpen untuk bahan ajar, guru dapat menghindari cerpen-cerpen yang berisi simbol-simbol yang bias gender tersebut.
Siswa harus ditanamkan pemikiran bahwa laki-laki bisa menangis (cengeng) dan perempuan juga bisa menjadi jagoan. Oposisi biner yang selama ini melekat di benak siswa merupakan dasar pembedaan gender tersebut. Dengan penanaman wacana gender pada siswa melalui pilihan cerpen, diharapkan ketika mereka dewasa, mereka akan lebih menghargai seseorang berdasarkan kemampuannya, tidak berdasarkan jenis kelaminnya.
(PERAN KARYA SASTRA DALAM MEMPERKENALKAN WACANA GENDER PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR Oleh Ade HM Irawan dan Meti Istimurti hal 10-12)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
Dahulu kala ada cerita tentang dua kekasih yang mempunyai percintaan yang tragis. Cerita langkapnya sebagai berikut : Mashor adalah pemuda ...
-
Membaca sekilas adalah suatu tipe membaca dangan cara meliputi atau menjelajah bahan bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. (...
-
KISI-KISI SOAL KELAS VIII Jenjang Sekolah : SMP Kelas/Semester : VIII/2 Mata Pelajaran : Bahas...
-
KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenis Sekolah : SMP/MTs Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester ...
-
DOWNLOAD SILABUS & RPP BAHASA INDONESIA BERKARAKTER RPP Bahasa Indonesia SD berkarakter RPP Bahasa Indonesia SD kelas 4 Semester 1 ...
-
Dahulu kala desa Bincau adalah sebuah pelabuhan persinggahan dari pedagang yang menjual barangnya sehingga desa Bincau saat itu sangat rama...
-
Oleh Esther Kartika Membaca Bahasa Membaca memindai, dalam kurikulum 2004, dapat digolong dalam membaca bahasa. Tujuan yang hendak dicap...
-
oleh : www.mbahbrata-edu.blogspot.com A. MENDENGARKAN Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja kepada suatu suara, atau mena...
-
Desa Bincau tentu tidak asing lagi di telinga Anda. Ini adalah tempat rekreasi, tambak ikan untuk makan bersama keluarga. Tentunya wisata ku...
-
oleh : M. Jazuli Rahman, S.Pd Cerita rakyat “Nisan Berlumur Darah” tidak hanya milik masyarakat Martapura, tetapi sudh menjadi milik masyar...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar