Senin, 03 Januari 2011

TEST CALISTUNG : MELANGGAR HAK ANAK

Mulai Januari ini SD favorit di sudah mulai menjaring calon siswa-siswanya. Dengan berbagai cara promosi sekolah-sekolah ini mencoba menarik minat para orang tua untuk memasukan anaknya. Orang tua sendiri akan berburu sekolah yang cocok sesuai dengan kreteria yang mereka kehendaki. Banyak cara sekolah favorit untuk menjaring calon siswanya. Yaitu dengan mengadakan berbagai macam test masuk. Termasuk test calistung yang menurut saya sangat tidak kompeten dilakukan.


Anak –anak di TK pada standar kompetensinya tidak di ajarkan membaca menulis dan berhitung (calistung). Dunia TK bertujuan untuk melepaskan dirinya dari kebiasaan di rumah. Di TK lebih di utamakan kegiatan bermain dari pada belajar. Dengan demikian mereka akan lebih banyak mengenal benda-benda sekitar, bergaul dengan teman sebaya, saling menghargai sesuai dengan perkembangan sosialnya.

Saya tidak setuju penerimaan siswa baru kita dengan memberikan porsi nilai pada tahap calistung. Adapun yang saya setujui calistung hanya sebagai pemetaan kita kepada calon siswa agar memudahkan kita saat proses belajar mengajar nanti. Adanya ketakutan kita mengenai siswa yang sulit calistung itu tidak mendasar dan kesalahan besar. Belum tentu anak yang tidak bisa calistung merupakan anak yang bermasalah dalam belajar. Bahkan banyak anak yang sudah bisa terlebih dulu kalah bersaing dengan anak yang baru belajar. Sebenarnya yang perlu kita perhatikan adalah kemampuan kita untuk mendidik anak yang belum bisa calistung yang pada faktanya merupakan standar kompetensi materi di sekolah dasar. Dapat kita lihat pernyataan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Suyanto kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (29/6/2010), terkait pemberlakuan pembelajaran calistung dan tes masuk SD, baik di sekolah negeri maupun swasta. Apapun bentuknya, kata Suyanto, model pembelajaran dan tes akademik tidak diperkenankan karena aturan main penerimaan calon siswa sudah dituangkan pemerintah melalui PP No 17 tahun 2010 Pasal 66 ayat 2 serta Pasal 69 ayat 4 dan 5.

Bahkan Penasehat Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Seto Mulyadi atau dipanggil akrab Kak Seto meminta saat penerimaan masuk sekolah dasar (SD) tidak diperbolehkan lagi adanya tes membaca, menulis dan berhitung (calistung). Dia menilai memaksakan anak-anak untuk calistung merupakan pelanggaran hak anak. Bahkan dia meminta kepada semua pihak untuk melaporkan sekolah yang melakukan hal tersebut ke Komnas perlindungan anak.

Nah bagaimana dengan test psikologi yang kita lakukan, menurut saya test psikolog yang kita lakukan sudah sesuai dengan ketentuan. Selain melakukan pemetaan modalitas belajar (Kinesteti, Auditoral dan Visual) psikolog juga menganalisis perkembangan anak yang memenuhi syarat untuk masuk dalam masa sekolah.

Apa sajakah syarat anak yang masuk sekolah ?
Menurut Drs Zulkifli L dalam bukunya Psikologi Perkembangan : anak-anak yang berumur 6 atau 7 tahun dianggap matang untuk belajar disekolah dasar jika :
a.       Kondisi jasmaninya cukup sehat dan kuat untuk melakukan tugas di sekolah.
b.      Adanya keinginan belajar.
c.       Fantasi tidak lagi leluasa dan liar.
d.      Perkembangan perasaan social telah memadai.
Kemudian syarat-syarat tambahan yang harus kita analis yaitu: Fungsi jiwa harus sudah berkembang baik karena kematangan fungsi jiwa diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.
Jadi test psikolog ini menilai kematangan siswa untuk dapat masuk ke sekolah dasar. Kematangan yang di dapat berupa :
1.       Matang untuk mulai belajar menulis. (bukan sudah bisa menulis)
2.       Matang untuk belajar membaca. (bukan sudah bisa membaca)
3.       Matang untuk belajar berhitung.(bukan sudah bisa berhitung)
Perlu kita ketahui juga Menurut Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education,1961 : kemampuan membaca, menulis dan berhitung masih dapat ditingkatkan sampai anak mencapai umur 12 tahun.

Satu lagi test  (bukan test akademik) yang sangat bagus untuk dikembangkan. Yaitu wawancara dengan orang tua. diadakan wawancara dengan pihak orang tua karena hal ini dijadikan salah satu pertimbangan utama dalam menerima siswa. Dalam hal ini kerja sama orang tua bukanlah semata-mata dalam dukungan dana, tetapi terlebih kerja sama dalam mengasuh dan mendidik anak di rumah, sehingga proses pengasuhan dan pendidikan anak di rumah dan sekolah bisa sejalan.

Sekolah tentunya memilih wali murid yang care dan peduli terhadap proses pembelajaran anak, daripada wali murid yang cuek dan menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak kepada pihak sekolah.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mun wadah kami kd kw btes kaya urang mun hndak masuk sakulah...nang kd betes za kdd banyak urang nya, apalagi mun betes sgala.
www.sdntambaksirangbaru.sch.id / www.sriudin.com

Xxx M.A. Hum mengatakan...

warna tulisannya dirubah dunk bossssssssss....
mata jdi perih melihatnya...

Entri Populer