Selasa, 30 November 2010

Catatan dari OSI 2010 di Surabaya :Ketika Sastra dan Sains disandingkan

Sumber : http://www.analisadaily.com 
oleh : Saripuddin Lubis

Mungkin ini yang pertama even sastra dan sains disandingkan dalam sebuah acara yang bersamaan. Selama ini harus diakui kalau ilmu sains selalu mendapat tempat nomor satu oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat kita sendiri.

Sayembara yang paling banyak dilakukan selalu berkaitan dengan dunia hitung menghitung. Apalagi yang berkaitan dengan olimpiade.  Kita masih ingat ketika Sumatera Utara dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan olimpiade sains tingkat nasional beberapa waktu lalu.

Para peserta dari berbagai provinsi, benar-benar..
dimanjakan oleh pemerintah. Mereka diinapkan di berbagai hotel berbintang yang ada di Medan, seperti Hotel JW Marriot. Mereka dibawa berkeliling ke tempat-tempat wisata di Sumatera Utara seperti Brastagi, Danau Toba, dan Taman Simalem.

Penyambutan terhadap peserta olimpiade sain, sampai membangun tenda khusus di Bandara Polonia Medan. Sebelum sampai di hotel, mereka dimanjakan di sekitar bandara. Sebuah perlakuan yang benar-benar mewah.

Tidak dinafikan, ilmu sains penting untuk pembangunan manusia dan bangsa ini. Sastra tidak kalah pentingnya, terutama untuk membangun akal pekerti manusianya. Akal pekerti manusia Indonesia yang belakangan kita lihat semakin terdegradasi ke lapisan paling bawah. Degradasi akal pekerti, misalnya kita lihat pada banyak kasus di negeri ini seperti kasus hukum yang tak kunjung selesai dan datang silih berganti.

Mudah-mudahan gelagat mendeskriditkan sastra oleh bangsanya sendiri, mulai dihindari.Paling tidak dimulai oleh tingkat pusat dan kita berharap akan diikuti oleh daerah seperti Sumatera Utara dan daerah tingkat dua lainnya. Acapkali kita membaca keluhan para sastrawan daerah ini terhadap pemerintah daerah yang sepertinya tidak peduli dengan perkembangan sastra dan kesenian pada umumnya di daerah ini.

Sebagai indikator nyata, lihatlah kondisi Taman Budaya Sumatera Utara yang terhimpit di antara gedung-gedung mewah di tengah kota. Gedung yang sangat jauh dari standar gedung kesenian. Meski begitu para seniman tak pernah berhenti berkreativitas dengan kondisinya.

Apa yang terjadi di Surabaya? Dengan baliho cukup besar bertuliskan ‘Indonesian Sains Festival dan Olimpiade Sastra Indonesia’, terpampang megah di Royal Plaza, sebuah mal di Surabaya. Acara ini sendiri dibuka dan ditutup oleh pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Pembukaan acara dilakukan oleh Suyanto, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Penutupan dilakukan oleh Direktur Pembinaan TK dan SD, Mudjito.

Peserta dan guru pembimbing pun diinapkan selama lebih kurang seminggu di Garden Palace Hotel, sebuah hotel berbintang lima di Surabaya. Semula diperkirakan acara ini akan dilakukan di Jakarta, namun mungkin dengan berbagai pertimbangan akhirnya dilakukan di kota pahlawan. Acara ini berlangsung tepat dibuka pada hari pahlawan 10 November 2010.

Selama berada di hotel para peserta Olimpiade Sastra Indonesia dan Indonesian Sains Festival diinapkan satu ruangan. Sementara guru pembimbing dipisahkan. Jadi satu kamar untuk anak terdiri dari dari tiga orang, ada peserta OSI dan ada pula peserta ISF-nya. Sastra dan sains benar-benar disandingkan. Sepertinya Direktur Pembinaan TK dan SD di pusat memang sudah merencanakan sampai ke masalah ruangan menginap ini.

Bisa dibayangkan selama penyelanggaraan, hotel yang berada di pusat kota Surabaya dipenuhi oleh anak-anak OSI dan ISF. Di mana-mana anak-anak selalu berkeliaran. Jumlah anak OSI dan ISF yang 80 orang, cukup membuat pihak hotel sedikit kewalahan sekaligus geli. Di antara anak-anak itu ada yang senantiasa bermain-main dengan lift hotel.

Memang acara Olimpiade Sastra Indonesia ini masih diperuntukkan untuk siswa sekolah dasar. Paling tidak kita berharap ini akan jadi tonggak adanya perhatian besar untuk kegiatan sastra, sebab ini memang yang pertama.

Esensi acara ini pun bukan pada kemewahan yang ditawarkan. Bukan pula pada kegiatan yang bertajuk olimpiade itu. Paling tidak kita bisa merasakan euforia sastra yang mulai diberi tempat oleh pemerintah.

Pada hari pertama eforia itu sudah mulai terasa. Sebagai juri utama OSI diketuai oleh guru besar Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Suminto A. Sayuti yang juga sangat dekat dengan para sastrawan. Sebagai juri dari pakar sastra, beliau didampingi oleh beberapa sastrawan pusat dan daerah.

Nama-nama yang mendampingi antara lain Intan Savitri dari Balai Pustaka sekaligus General Manajer penerbitannya. Ada Deknong Keumalawati, M. Syawali dan beberapa nama lain. Mereka hadir memimpin acara pengantar dewan juri.

Sebanyak 38 peserta terpilih dari seluruh Indonesia yang tampil sebagai finalis OSI ini. Usia mereka rata-rata pada kelas empat, lima, dan enam sekolah dasar. Mereka diundang setelah karya mereka yang terdiri dari pantun, cerita pendek anak dan komentar (resensi) buku dinilai oleh panitia pusat (tidak melalui seleksi daerah). Dari Sumatera Utara sendiri terpilih Shalman Al Farisy Lubis dari SD Negeri 020267 Binjai dan Nurul Syahfitri Al Haq dari SD Pelita Kasih School Deli Serdang.

Menurut dewan juri penilaian terhadap naskah sastra anak-anak ini cukup sulit. Banyak karya-karya yang bagus masuk ke tangan dewan juri. Tidak serta merta karya yang bagus itu lolos. Juri melihat banyak di antara karya yang masuk, tidak sesuai dengan bahasa anak untuk ukuran usia mereka. Jadi mereka yang terpilih memang benar-benar karya yang bahasanya sesuai untuk ukuran anak-anak itu. Bahasa anak-anak, yang polos dan lugu.

Usai kegiatan lomba, kepada finalis OSI 2010 diberikan pula workshop. Workshop yang diberikan tentu saja yang sesuai dengan usia mereka. Panitia sengaja mengundang keluarga penulis Asma Nadia dari Jakarta. Turut bersama Asma Nadia, Adam Putra Firdaus anaknya yang telah menulis banyak buku.

Padahal usianya masih untuk ukuran kelas V SD. Kepada peserta Asma Nadia dan Adam banyak member tips bagi anak-anak ini, cara menulis yang gampang. Salah satu yang penting disampaikan oleh Asma, menulis itu dapat dilatih dan harus dimulai dari usia dini.

Shalman Raih Medali Perunggu

Sumatera Utara dalam OSI kali ini terwakili oleh dua siswa masing-masing Shalman Al Farisy Lubis dari SD 020267 Kota Binjai dan Nurul Syahfitri Al Haq dari SD Pelita Kasih School Deli Serdang. Mereka terpanggil setelah naskah mereka dinilai layak masuk ke babak final di Surabaya. Secara keseluruhan pulau Sumatera hanya terwakili oleh Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Selatan.

Dari 38 siswa yang bersaing pada babak final di Surabaya ini Shalman Al Farisy Lubis meraih medali perunggu. Sedangkan Fitri yang masih kelas 5 SD ini belum beruntung. Fitri masih memiliki kesempatan untuk ikut lagi tahun depan dalam even yang sama. Shalman tidak, sebab tahun depan Shalman sudah akan masuk SMP.

Dalam prsentasi di hadapan dewan juri Shalman harus mempertahankan naskahnya yang terdiri dari tiga jenis, masing-masing sekitar 15 pantun, sebuah cerita anak dan komentar (resensi) terhadap sebuah buku sastra.

Untuk pantun yang dibuat oleh Shalman sebagian besar menggambarkan kebudayaan Sumatera Utara. Pantun yang dibuat antara lain seperti berikut. //Musim kemarau makan buah/ Kalau lapar makan kue/ Pulau samosir sangat indah/ Tempat tarian si gale-gale// Lalu berikutnya. // Kami sering bermain buah para/ Mainnya amatlah mudah/ Mesjid Azizi di Tanjung Pura/ Mesjidnya cantik amatlah megah// Kemudian pantun lainnya // Sungai yang berkelok/ Hutan pinggirannya / Binjai nan elok / Rambutan buah khasnya//.

Cerita anak, Shalman bercerita tentang seorang anak kehilangan bolanya. Tokoh dalam cerita ini menuduh, teman-temannyalah yang mencuri bolanya. Ternyata bola itu ada di rumahnhya sendiri. Cerita yang berjudul ‘Bolaku yang Hilang’ ini diangkat dari kehidupan Shalman yang memang suka bermain bola.

Untuk komentar buku Shalman meresensi buku terbitan Balai Pustaka Si Doel Anak Jakarta karya Aman Dt. Majoindo. Dituturkan oleh Shalman, buku ini menawarkan banyak hal dan bisa dicontoh. Hal yang dapat diteladani dari si Doel, perjuangan hidupnya yang tidak kenal menyerah. Karena itu Shalman mengangkat judul komentarnya ‘Perjuangan si Doel yang Pantang Menyerah’.

Tentu saja kita harus memberi apresiasi positif terhadap penyelenggaraan kegiatan. Bayangkan, sudah sejak lama kita merindukan sebuah kompetisi untuk kegiatan kesastraan bagi anak-anak kita. Ada kalangan yang kurang sepekat dengan penyelenggaran lomba dalam bidang sastra. Setidaknya olimpiade sastra, akan menambah variasi pembinaan apresiasi sastra di masyarakat, terutama untuk itu anak.

Apresiasi positif kita berikan kepada Direktorat Pembinaan TK dn SD, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional sebagai inisaitor acara ini. Mereka telah mengangkat sastra tegak dalam sebuah even yang besar dan bergengsi. Sebuah kerja keras akan mengangkat sastra dalam kancah pembangunan bangsa ini.

Dengan adanya OSI 2010 yang ditawarkan pemerintah pusat akan menjadi tantangan pula bagi pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara dan daerah tingkat 2 lainnya. Tantangan untuk membuka mata, sastra dan kesenian juga aset penting, segera diselamatkan sejak dini.

Kepada lembaga legislatif kita berharap ada komisi khusus, segera mulai meperbincangkan masalah ini. Kita merindukan sebuah komplek sastra dan kesenian yang representatif di daerah ini. Jika itu terpenuhi, yakinlah juga akan mengundang banyak devisa dan wisatawan.
Penulis; sedang mengikuti Program Magister Bahasa Indonesia PPs UMN 2010

Tidak ada komentar:

Entri Populer